Sabtu, 15 Januari 2011

TEORI-TEORI BELAJAR

PENGERTIAN, BENTUK, DAN TEORI BELAJAR

1. Pengertian Belajar
Banyak definisi belajar yang diajukan oleh para ahli pendidikan. Salah satunya Gage (dalam Wilis Dahar 1996:11-12) belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses di mana suatu organisma berubah prilakunya sebagai akibat pengalaman.

a. Perubahan Prilaku
Gagasan yang menyatakan bahwa belajar yang menyangkut perubahan dal;am suatu organisma, berarti juga bahwa belajar membutuhkan waktu. Untuk mengkur belajar, kita membandingkan cara organisma itu berprilaku pada waktu satu dengan cara organisma itu berprilaku pada waktu 2 dalam suasana yang serupa. Bila prilaku dalam suasana serupa itu berbeda untuk kedua waktu itu, maka kita dapat berkesimpulan bahwa telah terjadi belajar.

Selanjutnya, yang terjadi ialah perubahan prilaku dalam proses belajar. Perubahan dalam sifat-sifat fisik , misalnya tinggi dan berat, tidak terbasuk belajar. Demikian pula perubahan kekuatan fisik, misalnya kemampuan untuk mengangkat , yang terjadi sebagai suatu hasil perubahan fisiologis dalam besar otot atau efesiensi dari proses-proses sirkulasi dan respirasi.

b. Prilaku Terbuka
Prilaku terbuka dari suatu organisme selalu menjadi pusat perhatian kita. Beberapa ahli psikologi hanya memusatkan pada perubahan prilaku terbuka. Mereka disebut ahli psikologi prilaku (behavioris). Sedangkan para ahli psikologi lainnya menganggap bahwa prilaku terbuka sebagai suatu tanda untuk menyimpulkan apa yang terjadi dalam pikiran seseorang. Mereka kerap kali disebut para ahli psikologi kognitif.

c. Belajar dan Pengalaman
Komponen terakhir dari definisi belajar adalah ‘sebagai hasil dari pengalaman”. Istilah pengalaman membatasi macam-macam perubahan prilaku yang dapat dianggap mewakili belajar. Perubahan prilaku yang disebabkan oleh kelelahan , adaptasi indra, obat-obatan, dan kekuatan mekanis , tidak dianggap sebagai perubahan yang disebabkan oleh pengalaman. Oleh sebab itu, hal itu tidak dianggap sebagai hasil belajar.

d. Belajar dan Kematangan
Proses lain yang menghasilkan perubahan prilaku, yang tidak termasuk belajar ialah kematangan. Perubahan prilaku yang disebabkan oleh kematangan terjadi bila prilaku itu disebabkan oleh perubahan-perubahan yang berlangsung dalam proses pertumbuhan dan perkembangan dari organisme-organisme secara fisiologis.

Kegiatan berjalan dan berbicara yang berkembang dalam diri manusia pada umumnya lebih banyak disebabkan oleh kematangan daripada oleh belajar. Suatu tingkat kematangan tertentu merupakan prasyarat belajar berbicara. Wilis Dahar (1996) menyimpulkan bahwa belajar dihasilkan dari pengalaman dengan lingkungan, di mana terjadi hubungan-hubungan antara stimulus-stimulus dengan respons-respons. Cronbach (dalam Surya, 1992:22) menyatakan bahwa belajar sditunjukan oleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Perumusan tersebut hampir sama dengan perumusan yang dinyatakan oleh Sertain (1973: 229) belajar adalah … a change in behavior as a result of experience…. Belajar adalah suatu perubahan prilaku sebagai hasil dari pengalaman. Perubahan prilaku tersebut meliputi:
- respon terhadap stimulus (rangsangan);
- memperoleh keterampilan;
- mengetahui fakta-fakta; dan
- mengembangkan sikap terhadap sesuatu.

Istilah belajar juga digunakan untuk menunjukkan beberapa perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil latihan atau pengalaman interaksi dengan lingkungan. Sebagaimana dinyatakan oleh Lindgren (1968:94) yang menyatakan bahwa:

“The term lerning as used by psychologist, refers to some change in behavior that is the result of practice or some kind of experience or interaction with the environment.”

Crow &Crow (dalam Surya , 1992:22) merumuskan pengertian belajar sebagai the accusition of habits , knowledge and attitudes, belajar ialah memperoleh kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap. Hal tersebut meliputi cara-cara baru untuk melakukan suatu usaha penyesuaian diri terhadap situasi yang baru. Belajar menunjukkan adanya perubahan tingkah laku yang progresif, dan memberi kemungkinan untuk memuaskan kebutuhan dalam mencapai tujuan.

Whiterington (dalam Surya 1992;23) merumuskan belajar sebagai change in personality, manifestating itself as a new pattern of responses which may be a skill, an attitude, a habit, an ability, or an understanding . jadi belajar ialah suatu perubahan dalam kepribadian sebagaimana yang dimanifestasikan dalam perubahan-perubahan penguasaan pola respon atau tingkah laku yang baru yang nyata dalam perubahan keterampilan, sikap, kebiasaan, kesanggupan atau pemahaman. Surakhmad (1987) menyatakan bahwa belajar diajukan kepada; pengumpulan pengetahuan; penanaman konsep dan kecakapan; dan pembentukan sikap dan perbuatan. Skinner (dalam Surya, 1992:22) menyatakan bahwa belajar itu merupakan proses adaptasi tingkah laku secara progresif, learning is a process of progressive behavior adaptation.

Simpulan dari sejumlah definisi di atas adalah bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan. Perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil dari interaksi individu dengan lingkungan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan dimanifestasikan dalam seluruh aspek tingkah laku. Perubahan tersebut akan nampak dalam penguasaan pola-pola respon yang baru terhadap lingkunga, yang berupa keterampilan, kebiasaan, sikap, kecakapan, pengetahuan, pengalaman apresiasi , dan sebagainya. Individu yang belajar pada akhirnya, menyadari atau merasakan terjadinya suatu perubahan pada dirinya. Seperti dia menyadari bahwa dia telah memiliki pengetahuan tentang huruf, bilangan dan warna, kecakapan berhitung, menulis, berpidato, dll.




2. Bentuk-bentuk Belajar
Menurut Yusuf, dkk. (1993:12) mengemukakan lima macam bentuk belajar.






Belajar Keterampilan Intelektual Belajar Kognitif


Belajar Verbal Belajar Keterampilan Motorik Belajar Sikap

Sumber: Yusuf, Syamsu. 1993. Dasar-Dasar Pembinaan Kemampuan Proses Belajar Mengajar.)


a. Belajar Keterampilan Intelektual
Belajar ini bertujuan untuk membentuk dan menggunakan konsep, pengertian, pendapat , dan generalisasi dalam rangka memcahkan atau menyelesaikan berbagai masalah yang dialami.

b. Belajar Kognitif
Belajar ini bertujuan untuk memperoleh atau menambah pengetahuan, pemahaman, pengertian, atau informasi, tentang berbagai hal. Misalnya, belajar tentang kehidupan binatang, nama-nama suku bangsa di suatu negara, nama-nama negara penghasil minyak, dll.

c. Belajar Verbal
Belajar verbal merupakan aktivitas yang ditujukan untuk memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan menggunakan bahasa, dalam rangka berkomunikasi dengan orang lain.

d. Belajar Keterampilan Motorik
Belajar ini ditujukan untuk memperoleh kemampuan atau penguasaan keterampilan tertentu dalam memainkan, membuat, memperbaiki, atau memproses sesuatu. Misalnya belajar main piano, membuat kue, memperbaiki TV, dan sebagainya.

e. Belajar Sikap
Belajar ini bertujuan untuk memperoleh kemampuan dalam menerima, merespon, menghargai, menghayati, atau menginternalisasi objek-objek atau nilai-nilai moral. Objek-objek tersebut di antaranya: orang, benda, peristiwa, pekerjaan, dan sebagainya. Misalnya: seseorang mau menerima pendapat orang lain setelah mengetahui bahwa pendapatnya salah; seorang siswa mau merespon penjelasan dari guru, seorang anak mau menghargai pendapat orang lain, menginternalisasi nilai-nilai agama, dan sebagainya
Ahli lainnya Gage (dalam Wilis Dahar, 1996: 12-18) mengemukakan bentuk-bentuk belajar seperti tertera pada gambar di bawah ini! Cobalah Anda perhatikan satu persatu secara saksama!






Belajar Responden Belajar Kontiguitas



Belajar Operant Belajar Observasional Belajar Kognitif

(Sumber : Wilis Dahar. 1996. Teori-teori Belajar.)

a. Belajar Responden
Dalam belajar responden , suatu respon dikeluarkan oleh suatu stimulus yang telah dikenal . Beberapa contoh belajar responden adalah hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh Psikologi Rusia yang terkenal yaitu Ivan Pavlov. Misalnya, seorang anak yang untuk pertama kalinya masuk sekolah, mungkin timbul perasaan takut, disebabkan oleh sikap guru yang tidak ramah, disiplin sekolah, atau ejekan teman-temannya. Apabila kita terangkan kasus di atas dengan model belajar responden maka dapat dikatakan sebagai berikut. Sekolah dan semua konponen-komponennya , mungkin saja pada suatu ketika menimbulkan rasa takut , sebab semua ini telah terkait denganstimulus-stimulus yang menginduksi perasaan negatif.

Perasaan “ takut akan simbol” yang timbul pada diri siswa bila mereka menghadapi pelajaran matematika, mungkin didasarkan pada responden terkondisi tentang respon-repon takut terhadap soal-soal matematika. Ketika melihat simbol –simbol dan bidang studi yang sulit , menimbulkan emosi negatif dalam diri siswa, dan inilah yang kerap kali menghalang-halangi belajar efektif.

Sesungguhnya, apa saja dalam lingkungan dapat menjadi berpasangan dengan suatu stimulus yang menimbulkan respons-respons emosional. Kata-kata guru yang ramah maupun yang kasar dapat menimbulkan rasa senang atau takut pada diri siswa. Seorang guru yang meneliti peristiwa-peristiwa belajar dengan model belajar responden, mungkin dapat menolong para siswa memahami perasaan mereka, mencapai hasil belajar yang lebih memuskan, dan mencegah siswa dari belajar respons-respons yang tidak diinginkan.


b. Belajar Kontiguitas
Asosiasi dekat (contiguous) sederhana antara suatu stimulus atau suatu respons dapat menghasilkan suatu perubahan dalam prilaku. Kekuatan belajar kontiguitas sederhana dapat dilihat bila seseorang memberikan respon terhadap pernyataan-pernyataan yang belum lengkap seperti tertulis di bawah ini.

Sembilan kali lima sama dengan ….
Anak itu sepandai …..
Gapailah cita-citamu setinggi ……
Dengan mengisi kata-kata empat lima, ibunya, dan langit, ditunjukan bahwa kita dapat belajar sesuatu karena peristiwa-peristiwa atau stimulus-stimulus terjadi pada waktu yang sama. Kadang-kadang diperlukan pengulangan dari peristiwa-peristiwa itu, tetapi adakalanya belajar terjadi tanpa diulang. Jadi, dapat dikatakan bahwa manusia dapat berubah sebagai hasil dari mengalami peristiwa-peristiwa yang berpasangan.

Bentuk belajar kontiguitas yang lain adalah stereotyping . Contohnya bila sinetron TV secara berulang kali memperlihatkan seorang ilmuwan dengan berkaca mata, seorang guru dengan orang yang ramah, seorang ibu tiri dengan wanita yang kejam, seorang sastrawan berjenggot panjang, maka dapatlah dikatakan bahwa siaran TV itu telah menciptakan stereotyping. Sebab, tidak semua ilmuwan berkata mata, tidak semua ibu tiri kejam, dsb. Tetapi, dengan kerapkalinya dipasangkan kategori-kategori itu, orang percaya bahwa konsep-konsep itu berjalan seiring.

c. Belajar Operant
Belajar sebagai akibat reinforsemen merupakan bentuk belajar lain yang banyak diterapkan dalam teknologi modifikasi prilaku. Bentuk belajar ini disebut terkondisi operant, sebab prilaku yang diinginkan tibul secara spontan , tanpa dikeluarkan secara instrinsik leh stimulus apapun, waktu organisma tersebut beroperasi terhadap lingkungan.

Prilaku operant tidak mempunyai stimulus fisiologis yang dikenal. Bentuk belajar operant ditunjukkan dalam prilaku berbagai hewan, misalnya kuda mengangguk kepalanya. Pada manusia berlaku hal yang sama, Berbagai prilaku manusia dapat ditimbulkan berulang kali dengan adanya reinforsemen, segera setelah adanya respon, baik berupa pernyataan, gerakan, atau tindakan.

d. Belajar Observasional
Bentuk lain dari belajar yang akan Anda pelajari pada bagian ini adalah bentuk observasional. Bentuk belajar observasional banyak kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Bila kita untuk pertama kali belajar mengendarai mobil, kita akan mengamati seorang instruktur untuk mengetahui urutan tindakan-tindakan yang dibutuhkan untuk menghidupkan dan kemudian menjalankan mobil. Demikian pula , bila seseorang mulai bermain volly, ia berusaha meniru temannya yang terkenal sebagai pemain ulung, dalam melemparkan bola, misalnya.

Konsep belajar observasional memperlihatkan, bahwa orang dapat belajar dengan mengamati orang lain melakukan apa yang akan dipelajari. Karena itu, perlu diperhatikan agar anak-anak lebih banyak diberi kesempatan untuk mengamati model-model prilaku yang baik atau yang kita inginkan, dan mengurangi kesempatan-kesempatan untuk melihat prilaku-prilaku yang tidak baik.


e. Belajar Kognitif
Beberapa ahli psikologi berpendapat bahwa, konsep-konsep belajar yang telah dikenal, tidak satu pun yang mempersoalkan proses-proses kognitif yang terjadi selama belajar. Proses-proses semacam itu menyangkut “insight”, atau berpikir dan “reasoning”, atau menggunakan logika deduktif dan induktif. Walaupun konsep-konsep lain tentang belajar dapat diterapkan pada hubungan-hubungan stimulus dan respon yang arbitrer dan tak logis , para ahli psikologi dan pendidikan ini berpendapat, bahwa lebih banyak dibutuhkan untuk menjelaskan belajar tentang hubungan-hubungan yang logis, rasional, atau nonarbitrer.

3. Teori-teori Belajar
Pada umumnya teori-teori tentang belajar ini secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu:
(a) Conditioned-Response-Learning; dan
(b) Learning Instrumental Response (Surya, 1992:58-60).

a. Conditioned- Response Learning
Menurut teori ini, belajar merupakan suatu respon yang bersyarat atau terkondisi. Teori ini dikemukakan dan dikembangkan oleh Pavlov seorang sarjana Rusia yang mengadakan percobaannya dengan seekor anjing. Selama penelitian Ivan Pavlov dan kawan-kawannya memperhatikan perubahan dalam waktu dan kecepatan pengeluaran air liur. Dalam eksperimen ini Pavlov dan kawan-kawan menunjukkan, bagaimana belajar dapat mempengaruhi prilaku yang selama ini disangka refleksif dan tidak dapat dikendalikan , seperti pengeluaran air liur.

Pentingnya studi yang dilakukan oleh Pavlov terletak pada metode yang digunakan serta hasil-hasil yang diperolehnya (Wilis Dahar, 1996:23). Alat-alat yang digunakan dalam berbagai eksperimen memperlihatkan bagaimana Pavlov dan kawan-kawannya dapat mengamati secara teliti dan mengukur respons-repons subjek dalam eksperimen itu. Penekanan yang diberikan Pavlov pada observasi dan pengukuran yang teliti, dan eksplorasinya secara sistematis tentang berbagai aspek belajar , menolong kemajuan studi ilmiah tentang belajar. Namun, penemuan-penemuan Pavlov hanya sedikit diterapkan pada belajar di sekolah.

Dengan percobaan ini dikemukakan bahwa, suatu respons tertentu akan terbentuk dengan suatu persyaratan, meskipun respons itu pada mulanya tidak memadai dengan perangsangnya. Dengan demikian, belajar menurut teori ini adalah pembentukan suatu respons terhadap perangsang-perangsang tertentu dengan jalan mengkondisikan suatu perangsang dengan perangsang yang lain. Yang terpenting dalam proses belajar menurut teori ini adalah reinforcement atau penguatan asosiasi antara perangsang dengan respons.

b. Learning Instrumental Response
Menurut teori ini belajar pada hakikatnya adalah merupakan alat bagi individu untuk memberikan respons pada lingkungannya dalam mencapai tujuannya. Belajar adalah suatu kegiatan yang bertujuan (goal oriented activity). Ada dua teori yang tergolong learning Instrumental Response ini yaitu:
1) Teori Trial & Error yang dikemukakan oleh Thorndike; dan
2) Teori Kognitif yang dikemukakan oleh Kohler, seorang ahli psikologi Gestalt.

1) Teori Trial & Error
Teori ini dikembangkan oleh Thorndike yang mengemukakan percobaannya dengan seekor kucing yang ditempatkan dalam Puzzle Box. Dari kotak-kotak ini kucing-kucing itu harus keluar untuk mendapatkan makanan. Ia mengamati bahwa, setelah beberapa selang waktu kucing-kucing itu mempelajari cara-cara mengeluarkan diri lebih cepat dari kotak-kotak itu dengan mengulangi prilaku-prilaku yang mengarah keluar, dan tidak mengulangi prilaku-prilaku yang tidak efektif.

Dari eksperimen-eksperimen ini , Thorndike mengembangkan hukumnya yang dikenal Hukum Pengaruh atau Law of Effect. Menurut teori ini, individu akan memberikan suatu respons terhadap suatu perangsang setelah melakukan respons-respons berkali-kali yang sifatnya mencoba-coba. Dengan melalui respons coba-coba ini akhirnya individu akan menemukan suatu cara merespons yang tepat dalam tingkah lakunya. Belajar adalah pembentukan kebiasaan yaitu asosiasi antara perangsang (stimulus ) dan respons. Belajar adalah suatu cara untuk memperoleh respons yang tepat terhadap suatu stimulus. Jika suatu respons menyenangkan bagi suatu individu, maka respons tersebut akan diulangi dan diperkuat , dan sebaliknya jika respons itu tidak menyenangkan maka respons itu akan diperlemah atau bahkan ditinggalkan. Motif sangat berperan dalam belajar menurut teori ini.

2) Cognitive Theories (Teori Kognitif)
Teori ini dikembangkan oleh seorang tokoh psikologis Gestalt yaitu Kohler dengan percobaannya terhadap seekor kera (simpanse). Teori ini sangat dikenal dengan nama insight teori yang mengatakan bahwa proses belajar terjadi dengan pemahaman.

Selanjutnya teori ini mengatakan bahwa belajar adalah sebagai perubahan dalam cara mengamati suatu situasi atau hubungan. Proses yang esensial adalah perseptual reorganization yang melihat sesuatu dalam hubungan yang baru. Pemecahan masalah dilakukan setelah diperoleh pemahaman dari hubungan-hubungan dalam situasi. Motif tidak begitu esensial dalam belajar, sedangkan yang paling esensial adalah kemampuan mengadakan insight (tilikan). Teori kognitif ini sangat tepat bagi jenis belajar pemecahan masalah (problem solving).






















PENGERTIAN STRATEGI, PENDEKATAN,
METODE, DAN TEKNIK PEMBELAJARAN

1. Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai a plan of operation achieving something atau perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dick and Carey (1985) menyebutkan bahwa strategi pembelajaran itu adalah suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa.

Terdapat 3 jenis strategi yang berkaitan dengan pembelajaran, yakni (1) strategi pengorganisasian pembelajaran; (2) strategi penyampaian pembelajaran; dan (3) strategi pengelolaan pembelajaran.

Suatu strategi pembelajaran yang diterapkan guru akan tergantung pada pendekatan yang digunakan; sedangkan bagaimana menjalankan strategi itu dapat ditetapkan berbagai metode pembelajaran. Dalam upaya menjalankan metode pembelajaran guru dapat menentukan teknik yang dianggapnya relevan dengan metode, dan penggunaan teknik itu setiap guru memiliki taktik yang mungkin berbeda antara guru yang satu dengan yang lain.

2. Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Roy Killen (1998) mencatat ada dua pendekatan dalam pembelajaran, yaitu pendekatan yang berpusat pada guru (teacher – centred approaches) dan pendekatan yang berpusat pada siswa (student – centred approaches).

Pendekatan yang berpusat pada guru menurunkan strategi pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori. Sedangkan, pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa menurunkan strategi pembelajaran discovery dan inkuiri serta strategi pembelajaran induktif.

Dalam rangka mendukung implementasi kurikulum, ada beberapa pendekatan yang digunakan untuk dapat membantu proses pembelajaran bahasa Inggris, diantaranya :
a) Memperkenalkan kehidupan kepada siswa sesuai dengan konsep learning to know, learning to do, learning to be dan learning to live together.
b) Menumbuhkan kesadaran siswa tentang pentingnya belajar.
c) Memberikan kemudahan dalam belajar dan menyenangkan.
d) Menumbuhkan proses pembelajaran yang kondusif untuk memahami kompetensi dasar.




3. Metode Pembelajaran

Metode pembelajaran ialah a way in achieving something atau suatu rencana pembelajaran, yang mencakup pemilihan, penentuan, dan penyusunan secara sistematis bahan yang akan diajarkan, serta kemungkinan pengadaan remedi dan bagaimana pengembangannya. Dengan kata lain, metode pembelajaran adalah cara menyajikan materi kepada peserta didik untuk mencapai tujuan yang dirancang sebelumnya.


4. Teknik Pembelajaran
Teknik pembelajaran merupakan cara guru menyampaikan bahan ajar yang telah disusun (dalam metode), berdasarkan pendekatan yang dianut. Teknik yang digunakan oleh guru bergantung pada kemampuan guru itu mencari akal atau siasat agar proses belajar mengajar dapat berjalan lancar dan berhasil dengan baik. Dalam teknik belajar terbagi menjadi enam tipe utama, yaitu (1) Visual Internal, (2) Visual Eksternal, (3) Auditory Internal, (4) Auditory Eksternal, (5) Kinestetik Internal, (6) Kinestetik Eksternal. (Ramly, 2004).

Teknik belajar Visual Internal yaitu proses belajar dengan mengoptimalkan penglihatan dan mengeksplorasikan imajinasinya. Cara yang praktis adalah dengan menghidupkan imjinasi tentang hal yang akan dipelajari (Ramly, 2004). Teknik belajar Visual Eksternal yaitu proses belajar dengan mengoptimalkan penglihatan dengan mengeksplorasikan dunia luar dirinya. Cara yang praktis adalah membaca buku dengan tampilan yang menarik, menggunakan grafik dan gambar, pemanfaatan computer, poster, pembubuhan warna-warna yang menarik (Ramly, 2004).

Teknik belajar Auditory Internal adalah cara belajar dengan menyukai lingkungan yang tenang. Dalam proses belajar, mengoptimalkan pendengaran dan mengekspolrasikan dunia dalam dirinya. Cara praktis dalam proses belajar ini adalah meluangkan waktu yang tenang untuk memulai belajar dan merenungkan apa yang sudah diketahui (Ramly, 2004).

Teknik belajar Auditory Eksternal adalah cara belajar dengan mengoptimalkan pendengarannya dengan mengeksplorasikan dunia luar dirinya. Cara yang praktis dalam proses pembelajarannya adalah membaca dengan suara keras, menggunakan sesi Tanya jawab, diskusi, kerja kelompok (Ramly, 2004).

Teknik Kinestetik Internal adalah cara belajar dengan menyentuh rasa. Agar belajar efektif proses belajar dengan pemahaman terlebih dahulu, temukan faedah dari aktivitas siswa, gunakan alat Bantu atau dalam bentuk demo. Proses belajar seperti ini cenderung bergantung pada lingkungan (Ramly, 2004).

Teknik Kinestetik Eksternal adalah proses belajar dengan mengoptimalkan emosi yaitu dengan beradabtasi terlebih dahulu dengan dunia luar dirinya. Proses belajar yang efektif yaitu dengan kemampuan panca indra, misalnya dengan menggunakan model, memainkan peran dengan membuat peta pikiran.

Berdasarkan teknik atau cara belajar yang bermacam-macam, maka guru dituntut merancang program pembelajaran sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan talenta siswa. Guru diharapkan dapat mengembangkan kemampuannya untuk bersikap mengajar dengan baik. Sikap mengajar tersebut antara lain bersikap demokratis, kreatif, dan inovatif.

Guru bersikap demokratis adalah sikap guru yang memberikan persamaan hak dan kewajiban yang sama bagi siswa. Guru yang kreatif adalah guru yang mampu mengembangkan kreatifitas dalam program pembelajaran misalnya menciptakan program pembelajaran baru dengan media yang mutakhir sesuai dengan perkembangan jaman, sedangkan guru yang bersifat inovatif adalah guru yang mampu melakukan pembaharuan dengan kreasi baru, mencoba memecahkan masalah pendidikan dengan cara-cara baru. Apabila sikap guru dapat terwujud, maka akan berimbas pada keberhasilan siswa dalam belajar, siswa aktif, mandiri, kritis dan kompetitif.


BENTUK PENDEKATAN, METODE, DAN TEKNIK PEMBELAJARAN

1. Pendekatan

a. Pendekatan Contructivisme
Pendekatan pembelajaran ini menghendaki peserta didik untuk dapat menyesuaikan cara berfikirnya dengan tuntutan dari ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga dapat menciptakan pemahaman baru dalam konteks nyata yang mendorong siswa untuk berfikir dan berfikir ulang lalu mencoba memperagakannya.

b. Pendekatan Cooperative Learning
Pendekatan pembelajaran Cooperative Learning ini melibatkan kerjasama siswa dalam kelompok kecil untuk kegiatan belajar guna meningkatkan interaksi yang positif seperti meningkatkan prestasi belajar siswa, meningkatkan daya ingat (retention), penggunaan level alasan, kepercayaan diri, dan meningkatkan pergaulan antar siswa.

c. Pendekatan Contextual Teaching Learning
Konsep pendekatan pembelajaran Contextual Teaching Learning yaitu menekankan pada hubungan materi dengan kehidupan nyata sehingga siswa dapat menerapkan kompetensi yang diperoleh dalam kehidupan sehari – hari.

d. Pendekatan Quantum Learning
Pendekatan pembelajaran Quantum Learning menuntun siswa untuk terlibat secara kognitif, afektif,dan konatif, tidak hanya memahami apa yang dipelajari tetapi mendapatkan sesuatu yang berharga sehingga tidak bisa lepas dari hidupnya dan mempraktikannya dalam kehidupan sehari – hari.

e. Pendekatan Pembelajaran Ekspositori
Pendekatan pembelajaran ekspositori adalah strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal. Dalam pendekatan ini materi pelajaran disampaikan langsung oleh guru. Siswa tidak dituntut untuk menemukan materi itu. Materi pelajaran seakan-akan sudah jadi. Oleh karena pendekatan ekspositori lebih menekankan kepada proses bertutur, maka sering juga dinamakan istilah strategi ”chalk and talk”.

1) karakteristik pendekatan ekspositori di antaranya:
Pertama, pendekatan ekspositori dilakukan dengan cara menyampaikan materi pelajaran secara verbal, artinya bertutur secara lisan merupakan alat utama dalam melakukan strategi ini, oleh karena itu sering orang mengidentikannya dengan ceramah.
Kedua, biasanya materi pelajaran yang disampaikan adalah materi pelajaran yang sudah jadi, seperti data atau fakta, konsep-konsep tertentu yang harus dihafal sehingga tidak menuntut siswa untuk berpikir ulang.

Ketiga, tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan materi pelajaran itu sendiri. Artinya, setelah proses pembelajaran berakhir siswa diharapkan dapat memahaminya dengan benar dengan cara dapat mengungkapkan kembali materi yang telah diuraikan.
Strategi pembelajaran ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada guru (teacher centered approach). Dikatakan demikian, sebab dalam pendekatan ini guru memegang peran yang sangat dominan.

Melalui pendekatan ini guru menyampaikan materi pembelajaran secara terstruktur dengan harapan materi pelajaran yang disampaikan itu dapat dikuasai siswa dengan baik. Fokus utama pendekatan ini adalah kemampuan akademik (academic achievement) siswa. Metode pembelajaran dengan kuliah merupakan bentuk strategi ekspositori.

2) Prinsip-prinsip Penggunaan pendekatan Pembelajaran Ekspositori
Tidak ada satu strategi pembelajaran yang dianggap lebih baik dibandingkan dengan strategi pembelajaran yang lain. Baik tidaknya suatu strategi pembelajaran bisa dilihat dari efektif tidaknya strategi tersebut dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Dengan demikian, pertimbangan pertama penggunaan strategi pembelajaran adalah tujuan apa yang harus dicapai.
Dalam penggunaan pendekatan pembelajaran ekspositori terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh setiap guru. Setiap prinsip tersebut dijelaskan di bawah ini.

(a) Berorientasi pada Tujuan
Walaupun penyampaian materi pelajaran merupakan ciri utama dalam pendekatan pembelajaran ekspositori melalui metode ceramah, namun tidak berarti proses penyampaian materi tanpa tujuan pembelajaran; justru tujuan itulah yang harus menjadi pertimbangan utama dalam penggunaan strategi ini. Karena itu sebelum strategi ini diterapkan terlebih dahulu, guru harus merumuskan tujuan pembelajaran secara jelas dan terukur. Seperti kriteria pada umumnya, tujuan pembelajaran harus dirumuskan dalam bentuk tingkah laku yang dapat diukur atau berorientasi pada kompetensi yang harus dicapai oleh siswa. Hal ini sangat penting untuk dipahami, karena tujuan yang spesifik memungkinkan kita bisa mengontrol efektivitas penggunaan pendekatan pembelajaran. Memang benar, strategi pembelajaran ekspositori tidak mungkin dapat mengejar tujuan kemampuan berpikir tingkat tinggi, misalnya kemampuan untuk menganalisis, menyintesis sesuatu, atau mungkin mengevaluasi sesuatu, namun tidak berarti tujuan kemampuan berpikir taraf rendah tidak perlu dirumuskan; justru tujuan itulah yang harus dijadikan ukuran dalam menggunakan strategi ekspositori.

(b) Prinsip Komunikasi
Proses pembelajaran dapat dikatakan sebagai proses komunikasi, yang menunjuk pada proses penyampaian pesan dari seseorang (sumber pesan) kepada seseorang atau sekelompok orang (penerima pesan). Pesan yang ingin disampaikan dalam hal ini adalah materi pelajaran yang diorganisir dan disusun sesuai dengan tujuan tertentu yaang ingin dicapai. Dalam proses komunikasi guru berfungsi sebagai sumber pesan dan siswa berfungsi sebagai penerima pesan.
Dalam proses komunikasi, bagaimanapun sederhananya, selalu terjadi urutan pemindahan pesan (informasi) dari sumber pesan ke penerima pesan. Sistem komunikasi dikatakan efektif manakala pesan itu dapat mudah ditangkap oleh penerima pesan secara utuh; dan sebaliknya, sistem komunikasi dikatakan tidak efektif, manakala penerima pesan tidak dapat menangkap setiap pesan yang disampaikan. Kesulitan menangkap pesan itu dapat terjadi oleh berbagai gangguan (noise) yang dapat menghambat kelancaran proses komunikasi. Akibat gangguan (noise) tersebut memungkinkan penerima pesan (siswa) tidak memahami atau tidak dapat menerima sama sekali pesan yang ingin disampaikan. Sebagai suatu strategi pembelajaran yang menekankan pada proses penyampaian, maka prinsip komunikasi merupakan prinsip yang sangat penting untuk diperhatikan. Artinya, bagaimana upaya yang bisa dilakukan agar setiap guru dapat menghilangkan setiap gangguan (noise) yang bisa mengganggu proses komunikasi.

(c) Prinsip Kesiapan
Siswa dapat menerima informasi sebagai stimulus yang kita berikan, terlebih dahulu kita harus memosisikan mereka dalam keadaan siap baik secara fisik maupun psikis untuk menerima pelajaran. Jangan mulai kita sajikan mata pelajaran, manakala siswa belum siap untuk menerimanya.

(d) Prinsip Berkelanjutan
Proses pembelajaran ekspositori harus dapat mendorong siswa untuk mau mempelajari materi pelajaran lebih lanjut. Pembelajaran bukan hanya berlangsung pada saat itu, akan tetapi juga untuk waktu selanjutnya. Ekspositori yang berhasil adalah manakala melalui proses penyampaian dapat membawa siswa pada situasi ketidakseimbangan (disequilibrium), sehingga mendorong mereka untuk mencari dan menemukan atau menambah wawasan melalui proses belajar mandiri.

Keberhasilan penggunaan pendekatan ekspositori sangat tergantung pada kemampuan guru untuk bertutur atau menyampaikan mated pelajaran. Ada beberapa langkah dalam penerapan pendekatan ekspositori, yaitu:

(1) Persiapan (Preparation)
Tahap persiapan berkaitan dengan mempersiapkan siswa untuk menerima pelajaran. Dalam pendekatan ekspositori, langkah persiapan merupakan langkah yang sangat penting. Keberhasilan pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan strategi ekspositori sangat tergantung pada langkah persiapan.
Beberapa hal yang harus dilakukan dalam langkah persiapan di antaranya adalah:
(a) Berikan sugesti yang positif dan hindari sugesti yang negatif
(b) Mulailah dengan mengemukakan tujuan yang harus dicapai
(c) Bukalah file dalam otak siswa

(2) Penyajian (Presentation)
Langkah penyajian adalah langkah penyampaian materi pelajaran sesuai dengan persiapan yang telah dilakukan. Yang harus dipikirkan oleh setiap guru dalam penyajian ini adalah bagaimana agar materi pelajaran dapat dengan mudah ditangkap dan dipahami oleh siswa. Oleh sebab itu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan langkah ini.

(a) Penggunaan bahasa
(b) Intonasi suara
(c) Menjaga kontak mata dengan siswa
(3) Korelasi (Correlation)
Langkah korelasi adalah langkah menghubungkan materi pelajaran dengan pengalaman siswa atau dengan hal-hal lain yang memungkinkan siswa dapat menangkap keterkaitannya dalam struktur pengetahuan yang telah dimilikinya. Langkah korelasi dilakukan tiada lain untuk memberikan makna terhadap materi pelajaran, baik makna untuk memperbaiki struktur pengetahuan yang telah dimilikinya maupun makna untuk meningkatkan kualitas kemampuan berpikir dan kemampuan motorik siswa.

(4) Menyimpulkan (Generalization)
Menyimpulkan adalah tahapan untuk memahami inti {core) dari materi pelajaran yang telah disajikan. Langkah menyimpulkan merupakan langkah yang sangat penting dalam strategi ekspositori, sebab melalui langkah menyimpulkan siswa akan dapat mengambil inti sari dari proses penyajian.

(5) Mengaplikasikan (Application)
Langkah aplikasi adalah langkah unjuk kemampuan siswa setelah mereka menyimak penjelasan guru. Langkah ini merupakan langkah yang sangat penting dalam proses pembelajaran ekspositori, sebab melalui langkah ini guru akan dapat mengumpulkan informasi tentang penguasaan dan pemahaman materi pelajaran oleh siswa. Teknik yang biasa dilakukan pada langkah ini di antaranya, pertama, dengan membuat tugas yang relevan dengan materi yang telah disajikan. Kedua, dengan memberikan tes yang sesuai dengan materi pelajaran yang telah disajikan.


f. Pendekatan Pembelajaran Inkuiri
Pendekatan pembelajaran ini menekankan kepada proses mencari dan menemukan. Materi pelajaran tidak diberikan secara langsung. Peran siswa dalam strategi ini adalah mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran; sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing siswa untuk belajar. Strategi pembelajaran inkuiri merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Proses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara guru dan siswa. Strategi pembelajaran ini sering juga dinamakan strategi heuristic, yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu heuriskein yang berarti saya menemukan.

Ciri-ciri strategi pembelajaran inkuiri di antaranya;
Pertama, strategi inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya strategi inkuiri menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya berperan sebagai penerima pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri.

Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri {self belief). Dengan demikian, strategi pembelajaran inkuiri menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, akan tetapi sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa. Aktivitas pembelajaran biasanya dilakukan melalui proses tanya jawab antara guru dan siswa. Oleh sebab itu kemampuan guru dalam menggunakan teknik bertanya merupakan syarat utama dalam melakukan inkuiri.

Ketiga, tujuan dari penggunaan strategi pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis, atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental. Dengan demikian, dalam strategi pembelajaran inkuiri siswa tak hanya dituntut agar menguasai materi pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang dimilikinya. Manusia yang hanya menguasai pelajaran belum tentu dapat mengembangkan kemampuan berpikir secara optimal; namun sebaliknya, siswa akan dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya manakala ia bisa menguasai materi pelajaran.

Strategi pembelajaran inkuiri merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada siswa (student centered approach). Dikatakan demikian, sebab dalam strategi ini siswa memegang peran yang sangat dominan dalam proses pembelajaran.
Prinsip-prinsip penggunaan strategi pembelajaran inkuiri.

(1) Berorientasi pada Pengembangan Intelektual
Tujuan utama dari strategi inkuiri adalah pengembangan kemampuan berpikir. Dengan demikian, strategi pembelajaran ini selain berorientasi kepada hasil belajar juga berorientasi pada proses belajar.

(2) Prinsip Interaksi
Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik interaksi antara siswa maupun interaksi siswa dengan guru, bahkan interaksi antara siswa dengan lingkungan. Pembelajaran sebagai proses interaksi berarti menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, tetapi sebagai pengatur lingkungan atau pengatur interaksi itu sendiri.

(3) Prinsip Bertanya
Peran guru yang harus dilakukan dalam menggunakanstrategi ini adalah guru sebagai penanya. Sebab, kemampuan siswa untuk menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan sebagian dari proses berpikir. Oleh sebab itu, kemampuan guru untuk bertanya dalam setiap langkah inkuiri sangat diperlukan.

(4) Prinsip Belajar untuk Berpikir
Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah proses berpikir (learning how to think), yakni proses mengembangkan potensi seluruh otak. Pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal.

(5) Prinsip Keterbukaan
Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang menyediakan berbagai kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya. Tugas guru adalah menyediakan ruang untuk memberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan hipotesis dan secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukannya.

Langkah-Langkah Pelaksanaan Strategi Pembelajaran Inkuiri.
Secara umum proses pembelajaran dengan menggunakan strategi dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
(1) Orientasi
Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang responsif. Pada langkah ini guru mengondisikan agar siswa siap melaksanakan proses pembelajaran. Guru merangsang dan mengajak siswa untuk berpikir memecahkan masalah. Langkah orientasi merupakan langkah yang sangat penting. Keberhasilan startegi ini sangat tergantung pada kemauan siswa untuk beraktivitas menggunakan kemampuannya dalam memecahkan masalah; tanpa kemauan dan kemampuan itu tak mungkin proses pembelajaran akan berjalan dengan lancar.

(2) Merumuskan Masalah
Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk berpikir memecahkan teka-teki itu. Dikatakan teka-teki dalam rumusan masalah yang ingin dikaji disebabkan masalah itu tentu ada jawabannya, dan siswa didorong untuk mencari jawaban yang tepat. Proses mencari jawaban itulah yang sangat penting dalam strategi inkuiri, oleh sebab itu melalui proses tersebut siswa akan memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya mengembangkan mental melalui proses berpikir.

(3) Merumuskan Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang sedang dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Perkiraan sebagai hipotesis bukan sembarang perkiraan, tetapi harus memiliki landasan berpikir yang kokoh, sehingga hipotesis yang dimunculkan itu bersifat rasional dan logis. Kemampuan berpikir logis itu sendiri akan sangat dipengaruhi oleh kedalaman wawasan yang dimiliki serta keluasan pengalaman. Dengan demikian, setiap individu yangkurang mempunyai wawasan akan sulit mengembangkan hipotesis yang rasional dan logis.

(4)Mengumpulkan Data
Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam strategi pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam pengembangan intelektual. Proses pengumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat dalam belajar, akan tetapi juga membutuhkan ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berpikirnya. Oleh sebab itu, tugas dan peran guru dalam tahapan ini adalah mengajukan pertanyaanpertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk berpikir mencari informasi yang dibutuhkan. Sering terjadi kemacetan berinkuiri adalah manakala siswa tidak apresiatif terhadap pokok permasalahan. Tidak apresiatif itu biasanya ditunjukkan oleh gejala-gejala ketidakbergairahan dalam belajar. Manakala guru menemukan gejala-gejala semacam ini, maka guru hendaknya secara terus-menerus memberikan dorongan kepada siswa untuk belajar melalui penyuguhan berbagai jenis pertanyaan secara merata kepada seluruh siswa sehingga mereka terangsang untuk berpikir.


(5) Menguji Hipotesis
Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Yang terpenting dalam menguji hipotesis adalah mencari tingkat keyakinan siswa atas jawaban yang diberikan. Di samping itu, menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan.

(6) Merumuskan Kesimpulan
Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Merumuskan kesimpulan merupakan gong-nya dalam proses pembelajaran. Sering terjadi, oleh karena banyaknya data yang diperoleh, menyebabkan kesimpulan yang dirumuskan tidak fokus terhadap masalah yang hendak dipecahkan. Karena itu, untuk mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa data mana yang relevan.


3) Metode Pembelajaran
Berikut ini adalah beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan:
a. Metode Ceramah
Metode ceramah merupakan metode yang sampai saat ini sering digunakan oleh setiap guru atau instruktur. Faktor mengapa metode ini masih saja digunakan karena guru biasanya belum merasa puas apabila dalam proses pengelolaan pembelajaran tidak melakukan ceramah. Sebaliknya, siswa akan belajar manakala ada guru yang memberikan materi pokok bahasa melalui ceramah.

b. Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi merupakan metode penyajian pelajaran dengan memperagakan dan mempertunjukkan kepada siswa tentang suatu proses, situasi atau benda tertentu, baik sebenarnya atau hanya sekedar tiruan. Sebagai metode penyajian, demonstrasi tidak terlepas dari penjelasan secara lisan oleh guru. Walaupun dalam proses demonstrasi peran siswa hanya sekedar memperhatikan, akan tetapi demonstrasi dapat menyajikan bahan pelajaran lebih konkrit.

c. Metode Diskusi
Metode diskusi adalah metode pembelajaran yang menghadapkan siswa pada suatu permasalahan. Tujuan utama metode ini adalah untuk memecahkan suatu permasalahan, menjawab pertanyaan, menambah dan memahami pengetahuan siswa, serta untuk membuat suatu keputusan (Killen, 1998). Karena itu, diskusi bukanlah debat yang bersifat mengadu argumentasi. Diskusi lebih bersifat bertukar pengalaman untuk menentukan keputusan tertentu secara bersama – sama. Adapun jenis diskusi yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran, antara lain : (a) Diskusi kelas ; proses pemecahan masalah yang dilakukan oleh seluruh anggota kelas sebagai peserta diskusi , (b) Diskusi kelompok kecil ; diskusi yang dilakukan dengan dengan membagi siswa dalam kelompok – kelompok dengan jumlah anggota antara 3 – 5 orang, (c) Diskusi simposium ; metode mengajar dengan membahas suatu persoalan dipandang dari berbagai sudut pandang berdasarkan keahlian. Simposium dilakukan untuk memberikan wawasan yang luas kepada siswadan biasanya diakhiri dengan pembacaan kesimpulan hasil kerja tim perumus yang telah ditentukan sebelumnya, (d) Diskusi Panel ; adalah pembahasan suatu masalah yang dilakukan oleh beberapa orang panelis yang biasanya terdiri dari 4 – 5 orang dihadapan audiens. Dalam diskusi panels audiens tidak terlibat secara langsung, tetapi berperan hanya sekedar peninjau para panelis yang sedang melaksanakan diskusi.

d. Metode Diskusi
Metode diskusi adalah metode pembelajaran yang menghadapkan siswa pada suatu permasalahan. Tujuan utama metode ini adalah untuk memecahkan suatu permasalahan, menjawab pertanyaan, menambah dan memahami pengetahuan siswa, serta untuk membuat suatu keputusan (Killen, 1998). Karena itu, diskusi bukanlah debat yang bersifat mengadu argumentasi. Diskusi lebih bersifat bertukar pengalaman untuk menentukan keputusan tertentu secara bersama-sama. Selama ini banyak guru yang merasa keberatan untuk menggunakan metode diskusi dalam proses pembelajaran. Keberatan itu biasanya timbul dari asumsi: pertama, diskusi merupakan metode yarig sulit diprediksi hasilnya oleh karena interaksi antarsiswa muncul secara spontan, sehingga hasil dan arah diskusi sulit ditentukan; kedua, diskusi biasanya memerlukan waktu yang cukup panjang, padahal waktu pembelajaran di dalam kelas sangat terbatas, sehingga keterbatasan itu tidak mungkin dapat menghasilkan sesuatu secara tuntas. Sebenarnya hal ini tidak perlu dirisaukan oleh guru. Sebab, dengan perencanaan dan persiapan yang matang kejadian semacam itu bisa dihindari.

Dilihat dari pengorganisasian materi pembelajaran, ada perbedaan yang sangat prinsip dibandingkan dengan metode sebelumnya, yaitu ceramah dan demonstrasi. Kalau metode ceramah atau demonstrasi materi pelajaran sudah diorganisir sedemikian rupa sehingga guru tinggal menyampaikannya, maka tidak demikian halnya dengan metode diskusi. Pada metode ini bahan atau materi pembelajaran tidak diorganisir sebelumnya serta tidak disajikan secara langsung kepada siswa, matari pembalajaran ditemukan dan diorganisir oleh siswa sendiri, oleh karena tujuan utama metode ini bukan hanya sekadar hasil belajar, tetapi yang lebih penting adalah proses belajar.

Secara umum ada dua jenis diskusi yang biasa dilakukan dalam proses pembelajaran. Pertama, diskusi kelompok. Diskusi ini dinamakan juga diskusi kelas. Pada diskusi ini permasalahan yang disajikan oleh guru dipecahkan oleh kelas secara keseluruhan. Yang mengatur jalannya diskusi adalah guru itu sendiri.

Kedua, diskusi kelompok kecil. Pada diskusi ini siswa dibagi dalam beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 3-7 orang. Proses pelaksanaan diskusi ini dimulai dari guru menyajikan masalah dengan beberapa submasalah. Setiap kelompok memecahkan submasalah yang disampaikan guru. Proses diskusi diakhiri dengan laporan setiap kelompok.

Jenis-jenis Diskusi
Terdapat bemacam-macam jenis diskusi yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran, antara lain:

1) Diskusi kelas
Diskusi kelas atau disebut juga diskusi kelompok adalah proses pemecahan masalah yang dilakukan oleh seluruh anggota kelas sebagai peserta diskusi. Prosedur yang digunakan dalam jenis diskusi ini adalah: pertama, guru membagi tugas sebagai pelaksanaan diskusi, misalnya siapa yang akan menjadi moderator, siapa yang menjadi penulis. Kedua, sumber masalah (guru, siswa, atau ahli tertentu dari luar) memaparkan masalah yang harus dipecahkan selama 10-15 menit. Ketiga, siswa diberi kesempatan untuk menanggapi permasalahan setelah mendaftar pada moderator. Keempat, sumber masalah memberi tanggapan, dan kelima, moderator menyimpulkan hasil diskusi.

2) Diskusi kelompok kecil
Diskusi kelompok kecil dilakukan dengan membagi siswa dalam kelompok-kelompok. Jumlah anggota kelompok antara 3-5 orang. Pelaksanaannya dimulai dengan guru menyajikan permasalahan secara umum, kemudian masalah tersebut dibagi-bagi ke dalam submasalah yang harus dipecahkan oleh setiap kelompok kecil. Selesai diskusi dalam kelompok kecil, ketua kelompok menyajikan hasil diskusinya.

3) Simposium
Simposium adalah metode mengajar dengan membahas suatu persoalan dipandang dari berbagai sudut pandang berdasarkan keahlian. Simposium dilakukan untuk memberikan wawasan yang luas kepada siswa. Setelah para penyaji memberikan pandangannya tentang masalah yang dibahas, maka simposium diakhiri dengan pembacaan kesimpulan hasil kerja tim perumus yang telah ditentukan sebelumnya.

4) Diskusi panel
Diskusi panel adalah pembahasan suatu masalah yang dilakukan oleh beberapa orang panelis yang biasanya terdiri dari 4-5 orang di hadapan audiens. Diskusi panel berbeda dengan jenis diskusi lainnya. Dalam diskusi panel audiens tidak terlibat secara langsung, tetapi berperan hanya sekadar peninjau para panelis yang sedang melaksanakan diskusi. Oleh sebab itu, agar diskusi panel efektif perlu digabungkan dengan metode lain, misalnya dengan metode penugasan. Siswa disuruh untuk merumuskan hasil pembahasan dalam diskusi.

Langkah-langkah Melaksanakan Diskusi
Agar penggunaan diskusi berhasil dengan efektif, maka perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Langkah persiapan
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam persiapan diskusi di antaranya:
• Merumuskan tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan yang bersifat umum maupun tujuan khusus.
• Menentukan jenis diskusi yang dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
• Menetapkan masalah yang akan dibahas.
• Mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan teknis pelaksanaan diskusi, misalnya ruang kelas dengan segala fasilitasnya, petugas-petugas diskusi seperti moderator, notulis, dan tim perumus, manakala diperlukan.
2) Pelaksanaan diskusi
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan diskusi adalah:
• Memeriksa segala persiapan yang dianggap dapat memengaruhi kelancaran diskusi.
• Memberikan pengarahan sebelum dilaksanakan diskusi, misalnya menyajikan tujuan yang ingin dicapai serta aturan-aturan diskusi sesuai dengan jenis diskusi yang akan dilaksanakan.
• Melaksanakan diskusi sesuai dengan aturan main yang telah ditetapkan. Dalam pelaksanaan diskusi hendaklah memerhatikan suasana atau iklim belajar yang menyenangkan, misalnya tidak tegang, tidak saling menyudutkan, dan lain sebagainya.
• Memberikan kesempatan yang sama kepada setiap peserta diskusi untuk mengeluarkan gagasan dan ide-idenya.
• Mengendalikan pembicaraan kepada pokok persoalan yang sedang dibahas. Hal ini sangat penting, sebab tanpa pengendalian biasanya arah pembahasan menjadi melebar dan tidak fokus.
3) Menutup diskusi
Akhir dari proses pembelajaran dengan menggunakan diskusi hendaklah dilakuan hal-hal sebagai berikut:
• Membuat pokok-pokok pembahasan sebagai kesimpulan sesuai dengan hasil diskusi.
• Me-review jalannya diskusi dengan meminta pendapat dari seluruh peserta sebagai umpan balik untuk perbaikan selanjutnya.

e. Metode Tugas dan Resitasi
Metode tugas dan resitasi tidak sama dengan pekerjaan rumah, tetapi lebih luas dari itu. Tugas dan resitasi merangsang anak untuk aktif belajar baik secara individu atau kelompok. Tugas dan resitasi bisa dilaksanakan di rumah, di sekolah, di perpustakaan dan tempat lainnya.

Jenis-jenis tugas:
Tugas macamnya sangat banyak tergantung pada tujuan yang akan dicapai, seperti tugas meneliti, menyusun laporan dan tugas di laboratorium
Langkah-langkah menggunakan metode tugas/resitasi

1) Fase Pemberian tugas
Tugas yang diberikan kepada siswa hendaknya mempertimbangkan; tujuan yang akan dicapai, jenis tugas dan tepat, sesuai dengan kemampuan siswa, ada petunjuk yang dapat membantu dan sediakan waktu yang cukup

2) Langkah pelaksanaan tugas
Diberikan bimbingan/pengawasan oleh guru
Diberikan dorongan sehingga anak mau melaksanakannya
Diusahakan atau dikerjakan oleh anak sendiri
Mencatat semua hasil yang diperoleh dengan baik dan sistematik

3) Fase pertanggungjawaban tugas, hal yang perlu diperhatikan adalah;
Laporan siswa baik lisan/tertulis dari apa yang telah dikerjakan
Ada tanya jawab dan diskusi
Penilaian hasil pekerjaan siswa baik dengan tes atau non tes atau cara lainnya.
Fase mempertanggungjawabkan tugas inilah yang disebut resitasi.

f. Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah metode mengajar yang memungkinkan terjadinya komunikasi langsung yang bersifat two way traffic sebab pada saat yang sama terjadi dialog antara guru dan siswa. Guru bertanya siswa menjawab,atau siswa bertanya guru menjawab. Dalam komunikasi ini terlihat adanya hubungan timbal balik secara langsung antara guru.

Beberapa hal yang penting diperhatikan dalam metode tanya jawab ini antara lain
(1) Tujuan yang akan dicapai dari metode tanya jawab antara lain:
a. Untuk mengetahui sampai sejauh mana materi pelajaran yang telah dikuasai oleh siswa
b. Untuk merangsang siswa berfikir
c. Memberi kesempatan pada siswa untuk mengajukan masalah yang belum dipahami.
(2) Jenis pertanyaan. Pada dasarnya ada dua pertanyaan yang perlu diajukan, yakni pertanyaan ingatan dan pertanyaan pikiran :
a. Pertanyaan ingatan, dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh mana pengetahuan sudah tertanam pada siswa . Biasanya pertanyaan berpangkal kepada apa, kapan, dimana, berapa, dan yang sejenisnya.
b. Pertanyaan pikiran, dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh mana cara berpikir anak dalam menanggapi suatu persoalan. Biasanya pertanyaan ini dimulai dengan kata mengapa, bagaimana.
(3) Teknik mengajukan pertanyaan. Berhasil tidaknya metode tanya jawab, sangat bergantung kepada tehnik guru dalam mengajukan pertanyaanya.

Metode tanya jawab biasanya dipergunakan apabila: (a) Bermaksud mengulang bahan pelajaran, (b) Ingin membangkitkan siswa belajar, (c) Tidak terlalu banyak siswa, (d) Sebagai selingan metode ceramah.

g. Metode Problem Solving
Metode problem solving (metode pemecahan masalah) bukan hanya sekedar metode mengajar tetapi juga merupakan suatu metode berpikir, sebab dalam problem solving dapat menggunakan metode-metode lainnya dimulai dengan mencari data sampai kepada menarik kesimpulan.

Langkah-langkah metode ini:
a) Adanya masalah yang jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari siswa sesuai dengan tarif kemampuannya
b) Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Misalnya, dengan jalan membaca buku-buku, meneliti, bertanya dan lain-lain.
c) Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban ini tentu saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh, pada langakah kedua di atas
d) Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam langakah ini siswa harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin bahwa jawaban tersebut itu betul-betul cocok. Apakah sesuai dengan jawaban sementara atau sama sekali tidak sesuai. Untuk menguji kebenaran jawaban ini tentu saja diperlukan metode-metode lainnya seperti, demonstrasi, tugas diskusi, dan lain-lain
e) Menarik kesimpulan. Artinya siswaharus sampai kepada kesimpulan terakhir tentang jawaban dari masalah tadi.

h. Metode Sistem Regu (team teaching)
Team teaching pada dasarnya ialah metode mengajar; dua orang guru atau lebih bekerja sama mengajar sebuah kelompok siswa, jadi kelas dihadapi beberapa guru.
Sistem regu banyak macamnya, sebab untuk satu regu tidak senantiasa guru secara formal saja, tetapi dapat melibatkan orang-orang luar yang dianggap perlu sesuai dengan keahlian yang kita butuhkan.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan metode ini ialah:
a) Harus adanya program pelajaran yang disusun bersama oleh team tersebut, sehingga betul-betul jelas dan terarah sesuai dengan tugas masing-masing dalam team tersebut
b) Membagi tugas tiap topik kepada guru tersebut, sehingga masalah bimbingan pada siswa terarah dengan baik
c) Harus dicegah jangan sampai terjadi jam bebas akibat ketidak hadiran seseorang guru anggota team

i. Metode Latihan (drill)
Metode latihan pada umumnya digunakan untuk memperoleh suatu ketangkasan atau keterampilan dari apa yang telah dipelajari. Mengingat latihan ini kurang mengembangkan bakat/inisiatif siswa untuk berpikir, maka hendaknya guru/pengajar memperhatikan tingkat kewajaran dari metode ini.
a) Latihan, wajar digunakan untuk hal-hal yang bersifat motorik, seperti menulis, permainan, pembuatan, dan lain-lain.
b) Untuk melatih kecakapan mental, misalnya perhitungan penggunaan rumus-rumus, dan lain-lain.
c) Untuk melatih hubungan, tanggapa, seperti penggunaan bahasa, grafik, simbul peta, dan lain-lain.

Prinsip dan petunjuk menggunakan metode ini:
a) Siswa harus diberi pengertian yang mendalam sebelu diadakan latihan tertentu
b) Latihan untuk pertama kalinya hendaknya bersifat diagnosis, mula-mula kurang berhasil, lalu diadakan perbaikan untuk kemudian bisa lebih sempurna
c) Latihan tidak perlu lama asal sering dilaksanakan.
d) Harus disesuaikan dengan taraf kemampuan siswa
e) Proses latihan hendaknya mendahulukan hal-hal yang essensial dan berguna.





j. Metode karyawisata (field-trip)
Karyawisata dalam arti metode mengajar mempunyai arti tersendiri yangberbeda dengan karyawisata dalam arti umum . Karyawisata di sini berati kunjungan ke luar kelas dalam rangka belajar. Sebagai contoh: Mengajak siswa ke gedung pengadilan untuk mengetahui sistem peradilan dan proses pengadilan, selama satu jam pelajaran. Jadi, karyawisatadi atas tidak mengambil tempat yang jauh dari sekolah dan tidak memerlukan waktu yang lama. Karyawisata dalam waktu yang lama dan tempat yang jauh disebut study tour.

Langkah- langkah pokok dalam metode ini:
1) Perencanaan karyawisata: a). Merumuskan tujuan karyawisata, b). Menetapkan objek kayawisata sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, c). Menetapkan lamanya karyawisata, d). Menyusun rencana belajar bagi siswa selama karyawisata, e). Merencanakan perlengkapan belajar yang harus disediakan
2) Langkah pelaksanaan Karyawisata; Dalam fase ini adalah pelaksanaan kegiatan belajar di tempat karyawisata dengan bimbingan guru. Kegiatan belajar ini harus diarahkan kepada tujuan yang telah ditetapkan pada fase perencanaan di atas
3) Tindak Lanjut; Pada akhir karyawisata siswa harus diminta laporannya baik lisan maupun tertulis, yang merupakan inti masalah yang telah dipelajari pada waktu karyawisata


k. Metode Simulasi
Metode Simulasi dapat diartikan cara penyajian pengalaman belajar dengan menggunakan situasi tiruan untuk memahami tentang konsep, prinsip, atau keterampilan tertentu. Dengan demikian, simulasi dapat digunakan sebagai metode mengajar dengan pengertian bahwa tidak semua proses pembelajaran dapat dilakukan secara langsung pada objek yang sebenarnya.

Jenis- jenis simulasi di antaranya : (a) Sosiodrama ; yaitu metode pembelajaran bermain peran untuk memecahkan masalah –masalah yang berkaitan dengan fenomena sosial, permasalahan yang menyangkut hubungan antara manusia seperti masalah kenakalan remaja, narkoba, gambaran keluarga yang otoriter, dan lain sebagainya. Sosiodrama digunakan untuk memberikan pemahamandan penghayatan akan masalah – masalah sosial serta mengembangkan kemampuan siswa untuk memecahkannya, (b) Psikodrama ; adalah metode pembelajaran dengan bermain peran yang bertitik tolak dari permasalahan – permasalahan psikologis. Psikodrama biasany digunakan untuk terapi, yaitu agar siswa memperleh pemahaman yang lebih baik tentang dirnya, menemukan konsepdiri, menyatakan reaksi terhadap tekanan – tekanan yang dialaminya, dan (c) Role playing ; adalah metode pembelajaran sebagai bagian dari simulasi yang diarahkan untuk mengkreasi peristiwa – peristiwa aktual, atau kejadian – kejadian yang mungkin muncul pada masa mendatang. Topik yang dapat diangkat untuk role playing misalnya memainkan peran sebagai juru kampanye suatu partai atau gambaran keadaan yang mungkin muncul pada abad teknologi informasi.

l. Metode Simulasi
Simulasi berasal dari kata simulate yang artinya berpura-pura atau berbuat seakan-akan. Sebagai metode mengajar, simulasi dapat diartikan cara penyajian pengalaman belajar dengan menggunakan situasi tiruan untuk memahami tentang konsep, prinsip, atau keterampilan tertentu. Simulasi dapat digunakan sebagai metode mengajar dengan asumsi tidak semua proses pembelajaran dapat dilakukan secara langsung pada objek yang sebenarnya. Gladi resik merupakan salah satu contoh simulasi, yakni memperagakan proses terjadinya suatu upacara tertentu sebagai latihan untuk upacara sebenarnya supaya tidak gagal dalam waktunya nanti. Demikian juga untuk mengembangkan pemahaman dan penghayatan terhadap suatu peristiwa, penggunaan simulasi akan sangat bermanfaat. Metode simulasi bertujuan untuk a) melatih ketrampilan tertentu baik bersifat professional maupun bagi kehidupan sehari-hari, b) memperoleh pemahaman tentang suatu konsep atau prinsip dan 3) melatih memecahkan masalah. 4) meningkatkan keaktifan belajar 5) memberikan motivasi belajar kepada siswa 6) melatih siswa untuk mengadakan kerjasama dalam situasi kelompok 7) menumbuhkan daya kreatif siswa dan 8) melatih siswa untuk mengembangkan sikap toleransi.

Jenis-jenis Simulasi

1) Sosiodrama
Sosiodrama adalah metode pembelajaran bermain peran untuk memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan fenomena sosial, permasalahan yang menyangkut hubungan antara manusia seperti masalah kenakalan remaja, narkoba, gambaran keluarga yang otoriter, dan lain sebagainya. Sosiodrama digunakan untuk memberikan pemahaman dan penghayatan akan masalah-masalah sosial serta mengembangkan kemampuan siswa untuk memecahkannya.

2) Psikodrama
Psikodrama adalah metode pembelajaran dengan bermain peran yang bertitik tolak dari permasalahan-permasalahan psikologis. Psikodrama biasanya digunakan untuk terapi, yaitu agar siswa memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang dirinya, menemukan konsep diri, menyatakan reaksi terhadap tekanan-tekanan yang dialaminya.

3) Role playing
Role playing atau bermain peran adalah metode pembelajaran sebagai bagian dari simulasi yang diarahkan untuk mengkreasi peristiwa sejarah, mengkreasi peristiwa-peristiwa aktual, atau kejadian-kejadian yang mungkin muncul pada masa mendatang. Topik yang dapat diangkat untuk role playing misalnya kejadian seputar pemberontakan G 30 S/PKI, memainkan peran sebagai juru kampanye suatu partai atau gambaran keadaan yang mungkin muncul pada abad teknologi informasi.

4) Peer Teaching
Peer teaching merupakan latihan mengajar yang dilakukan oleh siswa kepada teman-teman calon guru. Selain itu peer teaching merupakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan seorang siswa kepada siswa lainnya dimana salah satu siswa itu lebih memahami materi pembelajaran.

5) Simulasi Game
Simulasi game merupakan bermain peranan; para siswa berkompetisi untuk mencapai tujuan tertentu melalui permainan dengan mematuhi peraturan yang ditentukan.

Langkah-langkah Simulasi
1) Persiapan simulasi
• Menetapkan topik atau masalah serta tujuan yang hendak dicapai oleh simulasi.
• Guru memberikan gambaran masalah dalam situasi yang akan disimulasikan.
• Guru menetapkan pemain yang akan terlibat dalam simulasi, peranan yang harus dimainkan oleh para pemeran, serta waktu yang disediakan.
• Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya khususnya pada siswa yang terlibat dalam pemeranan simulasi.

2) Pelaksanaan simulasi
• Simulasi mulai dimainkan oleh kelompok pemeran.
• Para siswa lainnya mengikuti dengan penuh perhatian.
• Guru hendaknya memberikan bantuan kepada pemeran yang mendapat kesulitan.
• Simulasi hendaknya dihentikan pada saat puncak. Hal ini dimaksudkan untuk mendorong siswa berpikir dalam menyelesaikan masalah yang sedang disimulasikan.

3) Penutup
• Melakukan diskusi baik tentang jalannya simulasi maupun materi cerita yang disimulasikan.Guru harus mendorong agar siswa dapat memberikan kritik dan tanggapan terhadap proses pelaksanaan simulasi.
• Merumuskan kesimpulan.

Kamis, 13 Januari 2011

BAHAN KULIAH SEJARAH SASTRA PUISI LAMA DAN BARU

Puisi lama adalah puisi yang muncul sebelum sastra tulis yaitu abad 20. Karakteristiknya sama dengan sastra lama pada umumnya.
Puisi lama terikat oleh berbagai macam aturan. Aturan- aturan itu antara lain :
- Jumlah kata dalam 1 baris
- Jumlah baris dalam 1 bait
- Persajakan (rima)
- Banyak suku kata tiap baris
- Irama

Ciri puisi lama:
a) Merupakan puisi rakyat yang tak dikenal nama pengarangnya
b) Disampaikan lewat mulut ke mulut, jadi merupakan sastra lisan
c) Sangat terikat oleh aturan-aturan seperti jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata maupun rima

2. Jenis Puisi Lama
Yang termasuk puisi lama antara lain:
a) Mantra adalah ucapan-ucapan yang dianggap memiliki kekuatan gaib
b) Pantun adalah puisi yang bercirikan bersajak a-b-a-b, tiap bait 4 baris, tiap baris terdiri dari 8-12 suku kata, 2 baris awal sebagai sampiran,  2 baris berikutnya sebagai isi. Pembagian pantun menurut isinya terdiri dari pantun anak, muda-mudi, agama/nasihat, teka-teki, jenaka
c) Karmina adalah pantun kilat seperti pantun tetapi pendek
d) Seloka adalah pantun berkait
e) Gurindam adalah puisi yang berdirikan tiap bait 2 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat
f) Syair adalah puisi yang bersumber dari Arab dengan ciri tiap bait 4 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat atau cerita
g) Talibun adalah pantun genap yang tiap bait terdiri dari 6, 8, ataupun 10 baris

a) Mantra
Assalaamu ‘alaikum putri satulung besar
Yang beralun berilir simayang
Mari kecil, kemari Aku menyanggul rambutmu Aku membawa sadap gading
Akan membasuh mukamu
b) Pantun
Kalau ada sumur di ladang
Boleh kita menumpang mandi Kalau ada umur panjang
Boleh kita ketemu lagi

c) Karmina
Dahulu parang, sekarang besi (a)
Dahulu sayang sekarang benci (a)

d) Seloka
Lurus jalan ke Payakumbuh,
Kayu jati bertimbal jalan
Di mana hati tak kan rusuh,
Ibu mati bapak berjalan

e) Gurindam
Kurang pikir kurang siasat (a)
Tentu dirimu akan tersesat (a)
Barang siapa tinggalkan sembahyang ( b )
Bagai rumah tiada bertiang ( b )
Jika suami tiada berhati lurus ( c )
Istri pun kelak menjadi kurus ( c )

f) Syair
Pada zaman dahulu kala (a)
Tersebutlah sebuah cerita (a)
Sebuah negeri yang aman sentosa (a)
Dipimpin sang raja nan bijaksana (a)

g) Talibun
Kalau anak pergi ke pekan
Yu beli belanak pun beli sampiran
Ikan panjang beli dahulu
Kalau anak pergi berjalan
Ibu cari sanak pun cari isi Induk semang cari dahulu

a) Mantra
Ciri-ciri:
Berirama akhir abc-abc, abcd-abcd, abcde-abcde.
Bersifat lisan, sakti atau magis
Adanya perulangan
Metafora merupakan unsur penting
Bersifat esoferik (bahasa khusus antara pembicara dan lawan bicara) dan misterius
Lebih bebas dibanding puisi rakyat lainnya dalam hal suku kata, baris dan persajakan.

b) Pantun
Setiap bait terdiri 4 baris
Baris 1 dan 2 sebagai sampiran
Baris 3 dan 4 merupakan isi
Bersajak a b a b
Setiap baris terdiri dari 8 12 suku kata
Berasal dari Melayu (Indonesia)

c) Karmina
Setiap bait merupakan bagian dari keseluruhan.
Bersajak aa-aa, aa-bb
Bersifat epik: mengisahkan seorang pahlawan.
Tidak memiliki sampiran, hanya memiliki isi.
Semua baris diawali huruf capital.
Semua baris diakhiri koma, kecuali baris ke-4 diakhiri tanda titik.
Mengandung dua hal yang bertentangan yaitu rayuan dan perintah.

d) Seloka
Ditulis empat baris memakai bentuk pantun atau syair,
Namun ada seloka yang ditulis lebih dari empat baris.

e) Gurindam
Baris pertama berisikan semacam soal, masalah atau perjanjian
baris kedua berisikan jawabannya atau akibat dari masalah atau perjanjian pada baris pertama tadi.

f) Syair
Terdiri dari 4 baris
Berirama aaaa
Keempat baris tersebut mengandung arti atau maksud penyair

g) Talibun
Jumlah barisnya lebih dari empat baris, tetapi harus genap misalnya 6, 8, 10 dan seterusnya.
Jika satu bait berisi enam baris, susunannya tiga sampiran dan tiga isi.
Jika satu bait berisi delapan baris, susunannya empat sampiran dan empat isi.
Apabila enam baris sajaknya a b c a b c.
Bila terdiri dari delapan baris, sajaknya a b c d a b c d

Puisi baru bentuknya lebih bebas daripada puisi lama baik dalam segi jumlah baris, suku kata, maupun rima.

CIRI-CIRI PUISI BARU
a) Bentuknya rapi, simetris;
b) Mempunyai persajakan akhir (yang teratur);
c) Banyak mempergunakan pola sajak pantun dan syair meskipun ada pola yang lain;
d) Sebagian besar puisi empat seuntai;
e) Tiap-tiap barisnya atas sebuah gatra (kesatuan sintaksis)
f) Tiap gatranya terdiri atas dua kata (sebagian besar) : 4-5 suku kata.

JENIS-JENIS PUISI BARU
Menurut isinya, puisi dibedakan atas :
a) Balada adalah puisi berisi kisah/cerita
b) Himne adalah puisi pujaan untuk Tuhan, tanah air, atau pahlawan
c) Ode adalah puisi sanjungan untuk orang yang berjasa
d) Epigram adalah puisi yang berisi tuntunan/ajaran hidup
e) Romance adalah puisi yang berisi luapan perasaan cinta kasih
f) Elegi adalah puisi yang berisi ratap tangis/kesedihan
g) Satire adalah puisi yang berisi sindiran/kritik

Sedangkan macam-macam puisi baru dilihat dari bentuknya antara lain:
a) Distikon
b) Terzina
c) Quatrain
d) Quint
e) Sektet
f) Septime
g) Oktaf/Stanza
h) Soneta

Balada jenis ini terdiri dari 3 (tiga) bait, masing-masing dengan 8 (delapan) larik dengan skema rima a-b-a-b-b-c-c-b. Kemudian skema rima berubah menjadi a-b-a-b-b-c-b-c. Larik terakhir dalam bait pertama digunakan sebagai refren dalam bait-bait berikutnya.


CONTOH HYMNE

Bahkan batu-batu yang keras dan bisu
Mengagungkan nama-Mu dengan cara sendiri
Menggeliat derita pada lekuk dan liku
bawah sayatan khianat dan dusta.
Dengan hikmat selalu kupandang patung-Mu
menitikkan darah dari tangan dan kaki
dari mahkota duri dan membulan paku
Yang dikarati oleh dosa manusia.
Tanpa luka-luka yang lebar terbuka
dunia kehilangan sumber kasih
Besarlah mereka yang dalam nestapa
mengenal-Mu tersalib di datam hati.
(Saini S.K)

CONTOH ODE


Generasi Sekarang
Di atas puncak gunung fantasi
Berdiri aku, dan dari sana
Mandang ke bawah, ke tempat berjuang
Generasi sekarang di panjang masa

Menciptakan kemegahan baru
Pantoen keindahan Indonesia
Yang jadi kenang-kenangan
Pada zaman dalam dunia
(Asmara Hadi)

CONTOH ELEGI

Senja di Pelabuhan Kecil

Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak. Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap
(Chairil Anwar)

CONTOH SATIRE

Aku bertanya
tetapi pertanyaan-pertanyaanku
membentur jidad penyair-penyair salon,
yang bersajak tentang anggur dan rembulan,
sementara ketidakadilan terjadi
di sampingnya,
dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan,
termangu-mangu dl kaki dewi kesenian.
(Rendra)

Selasa, 11 Januari 2011

PERMENPAN NO 16 TAHUN 2009

PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI
NOMOR 16 TAHUN 2009
TENTANG
JABATAN FUNGSIONAL GURU DAN ANGKA KREDITNYA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI,

Menimbang : a. bahwa Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 84/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya sudah tidak sesuai dengan perkembangan profesi dan tuntutan kompetensi Guru;
b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut, perlu mengatur kembali Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya dengan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890);
2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah dua kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4586);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1966 tentang Pemberhentian Sementara Pegawai Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1966 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2797);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Gaji Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3098), sebagaimana telah sebelas kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 21);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1980 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3176);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3547);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 194, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4015), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2003 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4332);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 195, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4016), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2002 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4192);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 196, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4017), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4193);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 198, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4019);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4263);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 194, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4941);
16. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah empat kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2008;
17. Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun l999 tentang Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil;
Memperhatikan : 1. Usul Menteri Pendidikan Nasional dengan surat Nomor 175/MPN/KP/2007 tanggal 15 November 2007;
2. Pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian Negara dengan surat Nomor K 26-30/V 165-1/93 tanggal 23 Desember 2008;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI TENTANG JABATAN FUNGSIONAL GURU DAN ANGKA KREDITNYA.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi ini yang dimaksud dengan:
1. Jabatan fungsional guru adalah jabatan fungsional yang mempunyai ruang lingkup, tugas, tanggung jawab, dan wewenang untuk melakukan kegiatan mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil.
2. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
3. Kegiatan pembelajaran adalah kegiatan Guru dalam menyusun rencana pembelajaran, melaksanakan pembelajaran yang bermutu, menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran, menyusun dan melaksanakan program perbaikan dan pengayaan terhadap peserta didik.
4. Kegiatan bimbingan adalah kegiatan Guru dalam menyusun rencana bimbingan, melaksanakan bimbingan, mengevaluasi proses dan hasil bimbingan, serta melakukan perbaikan tindak lanjut bimbingan dengan memanfaatkan hasil evaluasi.
5. Pengembangan keprofesian berkelanjutan adalah pengembangan kompetensi Guru yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan, bertahap, berkelanjutan untuk meningkatkan profesionalitasnya.
6. Tim penilai Jabatan Fungsional Guru adalah tim yang dibentuk dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit dan bertugas menilai prestasi kerja Guru.
7. Angka kredit adalah satuan nilai dari tiap butir kegiatan dan/atau akumulasi nilai butir-butir kegiatan yang harus dicapai oleh seorang Guru dalam rangka pembinaan karier kepangkatan dan jabatannya.
8. Penilaian kinerja Guru adalah penilaian dari tiap butir kegiatan tugas utama Guru dalam rangka pembinaan karier kepangkatan dan jabatannya.
9. Daerah Khusus adalah daerah yang terpencil atau terbelakang, daerah dengan kondisi masyarakat adat yang terpencil, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah yang mengalami bencana alam, bencana sosial, atau daerah yang berada dalam keadaan darurat lain.
10. Program induksi adalah kegiatan orientasi, pelatihan di tempat kerja, pembimbingan, dan praktik pemecahan berbagai permasalahan dalam proses pembelajaran bagi Calon Pegawai Negeri Sipil Guru.
BAB II
RUMPUN JABATAN, JENIS GURU, KEDUDUKAN,
DAN TUGAS UTAMA
Pasal 2
Jabatan Fungsional Guru adalah jabatan tingkat keahlian termasuk dalam rumpun pendidikan tingkat taman kanak-kanak, dasar, lanjutan, dan sekolah khusus.

Pasal 3
Jenis Guru berdasarkan sifat, tugas, dan kegiatannya meliputi:
a. Guru Kelas;
b. Guru Mata Pelajaran; dan
c. Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor.

Pasal 4
(1) Guru berkedudukan sebagai pelaksana teknis fungsional di bidang pembelajaran/bimbingan dan tugas tertentu pada jenjang pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
(2) Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam peraturan ini, adalah jabatan karier yang hanya dapat diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 5
(1) Tugas utama Guru adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah serta tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah.
(2) Beban kerja Guru untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, dan/atau melatih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan paling banyak 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
(3) Beban kerja Guru bimbingan dan konseling/konselor adalah mengampu bimbingan dan konseling paling sedikit 150 (seratus lima puluh) peserta didik dalam 1 (satu) tahun.

BAB III
KEWAJIBAN, TANGGUNGJAWAB, DAN WEWENANG
Pasal 6
Kewajiban Guru dalam melaksanakan tugas adalah:
a. merencanakan pembelajaran/bimbingan, melaksanakan pembelajaran/ bimbingan yang bermutu, menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran/ bimbingan, serta melaksanakan pembelajaran/perbaikan dan pengayaan;
b. meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
c. bertindak obyektif dan tidak diskriminatif atas pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran;
d. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik Guru, serta nilai agama dan etika; dan
e. memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Pasal 7
Guru bertanggungjawab menyelesaikan tugas utama dan kewajiban sebagai pendidik sesuai dengan yang dibebankan kepadanya.
Pasal 8
Guru berwenang memilih dan menentukan materi, strategi, metode, media pembelajaran/bimbingan dan alat penilaian/evaluasi dalam melaksanakan proses pembelajaran/bimbingan untuk mencapai hasil pendidikan yang bermutu sesuai dengan kode etik profesi Guru.
BAB IV
INSTANSI PEMBINA DAN TUGAS INSTANSI PEMBINA
Pasal 9
Instansi pembina Jabatan Fungsional Guru adalah Departemen Pendidikan Nasional.
Pasal 10
Instansi pembina sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 mempunyai tugas membina Jabatan Fungsional Guru menurut peraturan perundang-undangan dengan fungsi antara lain:
a. penyusunan petunjuk teknis pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru;
b. penyusunan pedoman formasi Jabatan Fungsional Guru;
c. penetapan standar kompetensi Guru;
d. pengusulan tunjangan Jabatan Fungsional Guru;
e. sosialisasi Jabatan Fungsional Guru serta petunjuk pelaksanaannya;
f. penyusunan kurikulum pendidikan dan pelatihan fungsional/teknis fungsional Guru;
g. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan fungsional/teknis dan penetapan sertifikasi Guru;
h. pengembangan sistem informasi Jabatan Fungsional Guru;
i. fasilitasi pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru;
j. fasilitasi pembentukan organisasi profesi dan penyusunan kode etik Guru; dan
k. melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru.




BAB V
UNSUR DAN SUB UNSUR KEGIATAN
Pasal 11
Unsur dan sub unsur kegiatan Guru yang dinilai angka kreditnya adalah:
a. Pendidikan, meliputi:
1. pendidikan formal dan memperoleh gelar/ijazah; dan
2. pendidikan dan pelatihan (diklat) prajabatan dan memperoleh surat tanda tamat pendidikan dan pelatihan (STTPP) prajabatan atau sertifikat termasuk program induksi.
b. Pembelajaran/bimbingan dan tugas tertentu, meliputi:
1. melaksanakan proses pembelajaran, bagi Guru Kelas dan Guru Mata Pelajaran;
2. melaksanakan proses bimbingan, bagi Guru Bimbingan dan Konseling; dan
3. melaksanakan tugas lain yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah.
c. Pengembangan keprofesian berkelanjutan, meliputi:
1. pengembangan diri:
a) diklat fungsional; dan
b) kegiatan kolektif Guru yang meningkatkan kompetensi dan/atau keprofesian Guru;
2. publikasi Ilmiah:
a) publikasi ilmiah atas hasil penelitian atau gagasan inovatif pada bidang pendidikan formal; dan
b) publikasi buku teks pelajaran, buku pengayaan, dan pedoman Guru;
3. karya Inovatif:
a) menemukan teknologi tepat guna;
b) menemukan/menciptakan karya seni;
c) membuat/memodifikasi alat pelajaran/peraga/praktikum; dan
d) mengikuti pengembangan penyusunan standar, pedoman, soal dan sejenisnya;
d. Penunjang tugas Guru, meliputi:
1. memperoleh gelar/ijazah yang tidak sesuai dengan bidang yang diampunya;
2. memperoleh penghargaan/tanda jasa; dan
3. melaksanakan kegiatan yang mendukung tugas Guru, antara lain :
a) membimbing siswa dalam praktik kerja nyata/praktik industri/ ekstrakurikuler dan sejenisnya;
b) menjadi organisasi profesi/kepramukaan;
c) menjadi tim penilai angka kredit; dan/atau
d) menjadi tutor/pelatih/instruktur.

BAB VI
JENJANG JABATAN DAN PANGKAT
Pasal 12
(1) Jenjang Jabatan Fungsional Guru dari yang terendah sampai dengan yang tertinggi, yaitu:
a. Guru Pertama;
b. Guru Muda;
c. Guru Madya; dan
d. Guru Utama.
(2) Jenjang pangkat Guru untuk setiap jenjang jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu:
a. Guru Pertama:
1. Penata Muda, golongan ruang III/a; dan
2. Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b;
b. Guru Muda:
1. Penata, golongan ruang III/c; dan
2. Penata Tingkat I, golongan ruang III/d.
c. Guru Madya:
1. Pembina, golongan ruang IV/a;
2. Pembina Tingkat I, golongan ruang IV/b; dan
3. Pembina Utama Muda, golongan ruang IV/c.
d. Guru Utama:
1. Pembina Utama Madya, golongan ruang IV/d; dan
2. Pembina Utama, golongan ruang IV/e.
(3) Jenjang pangkat untuk masing-masing Jabatan Fungsional Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (2), adalah jenjang pangkat dan jabatan berdasarkan jumlah angka kredit yang dimiliki untuk masing-masing jenjang jabatan.
(4) Penetapan jenjang Jabatan Fungsional Guru untuk pengangkatan dalam jabatan ditetapkan berdasarkan jumlah angka kredit yang dimiliki setelah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit sehingga dimungkinkan pangkat dan jabatan tidak sesuai dengan pangkat dan jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

BAB VII
RINCIAN KEGIATAN DAN UNSUR YANG DINILAI
Pasal 13
(1) Rincian kegiatan Guru Kelas sebagai berikut:
a. menyusun kurikulum pembelajaran pada satuan pendidikan;
b. menyusun silabus pembelajaran;
c. menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran;
d. melaksanakan kegiatan pembelajaran;
e. menyusun alat ukur/soal sesuai mata pelajaran;
f. menilai dan mengevaluasi proses dan hasil belajar pada mata pelajaran di kelasnya;
g. menganalisis hasil penilaian pembelajaran;
h. melaksanakan pembelajaran/perbaikan dan pengayaan dengan memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi;
i. melaksanakan bimbingan dan konseling di kelas yang menjadi tanggung jawabnya;
j. menjadi pengawas penilaian dan evaluasi terhadap proses dan hasil belajar tingkat sekolah dan nasional;
k. membimbing guru pemula dalam program induksi;
l. membimbing siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler proses pembelajaran;
m. melaksanakan pengembangan diri;
n. melaksanakan publikasi ilmiah; dan
o. membuat karya inovatif.
(2) Rincian kegiatan Guru Mata Pelajaran sebagai berikut:
a. menyusun kurikulum pembelajaran pada satuan pendidikan;
b. menyusun silabus pembelajaran;
c. menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran;
d. melaksanakan kegiatan pembelajaran;
e. menyusun alat ukur/soal sesuai mata pelajaran;
f. menilai dan mengevaluasi proses dan hasil belajar pada mata pelajaran yang diampunya;
g. menganalisis hasil penilaian pembelajaran;
h. melaksanakan pembelajaran/perbaikan dan pengayaan dengan memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi;
i. menjadi pengawas penilaian dan evaluasi terhadap proses dan hasil belajar tingkat sekolah dan nasional;
j. membimbing guru pemula dalam program induksi;
k. membimbing siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler proses pembelajaran;
l. melaksanakan pengembangan diri;
m. melaksanakan publikasi ilmiah; dan
n. membuat karya inovatif.
(3) Rincian kegiatan Guru Bimbingan dan Konseling sebagai berikut:
a. menyusun kurikulum bimbingan dan konseling;
b. menyusun silabus bimbingan dan konseling;
c. menyusun satuan layanan bimbingan dan konseling;
d. melaksanakan bimbingan dan konseling per semester;
e. menyusun alat ukur/lembar kerja program bimbingan dan konseling;
f. mengevaluasi proses dan hasil bimbingan dan konseling;
g. menganalisis hasil bimbingan dan konseling;
h. melaksanakan pembelajaran/perbaikan tindak lanjut bimbingan dan konseling dengan memanfaatkan hasil evaluasi;
i. menjadi pengawas penilaian dan evaluasi terhadap proses dan hasil belajar tingkat sekolah dan nasional;
j. membimbing guru pemula dalam program induksi;
k. membimbing siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler proses pembelajaran;
l. melaksanakan pengembangan diri;
m. melaksanakan publikasi ilmiah; dan
n. membuat karya inovatif.
(4) Guru selain melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud ayat (1), ayat (2), atau ayat (3) dapat melaksanakan tugas tambahan dan/atau tugas lain yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah sebagai:
a. kepala sekolah/madrasah;
b. wakil kepala sekolah/madrasah;
c. ketua program keahlian atau yang sejenisnya;
d. kepala perpustakaan sekolah/madrasah;
e. kepala laboratorium, bengkel, unit produksi, atau yang sejenisnya pada sekolah/madrasah; dan
f. pembimbing khusus pada satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan inklusi.
Pasal 14
(1) Unsur kegiatan yang dinilai dalam memberikan angka kredit terdiri atas:
a. unsur utama; dan
b. unsur penunjang.
(2) Unsur utama, terdiri atas:
a. pendidikan;
b. pembelajaran/pembimbingan dan tugas tambahan dan/atau tugas lain yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah; dan
c. pengembangan keprofesian berkelanjutan.
(3) Unsur penunjang adalah kegiatan yang mendukung pelaksanaan tugas Guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf d.
(4) Rincian kegiatan dan angka kredit masing-masing kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran I.
Pasal 15
(1) Penilaian kinerja Guru dari sub unsur pembelajaran atau pembimbingan dan tugas tambahan dan/atau tugas lain yang relevan didasarkan atas aspek kualitas, kuantitas, waktu, dan biaya.
(2) Penilaian kinerja Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan nilai dan sebutan sebagai berikut:
a. nilai 91 sampai dengan 100 disebut amat baik;
b. nilai 76 sampai dengan 90 disebut baik;
c. nilai 61 sampai dengan 75 disebut cukup;
d. nilai 51 sampai dengan 60 disebut sedang; dan
e. nilai sampai dengan 50 disebut kurang.
(3) Nilai kinerja Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikonversikan ke dalam angka kredit yang harus dicapai, sebagai berikut:
a. sebutan amat baik diberikan angka kredit sebesar 125% dari jumlah angka kredit yang harus dicapai setiap tahun;
b. sebutan baik diberikan angka kredit sebesar 100% dari jumlah angka kredit yang harus dicapai setiap tahun;
c. sebutan cukup diberikan angka kredit sebesar 75% dari jumlah angka kredit yang harus dicapai setiap tahun;
d. sebutan sedang diberikan angka kredit sebesar 50% dari jumlah angka kredit yang harus dicapai setiap tahun;
e. sebutan kurang diberikan angka kredit sebesar 25% dari jumlah angka kredit yang harus dicapai setiap tahun.
(4) Jumlah angka kredit yang harus dicapai setiap tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah jumlah angka kredit kumulatif minimal sebagaimana tersebut pada lampiran II, III, IV, VI, VII, dan VIII dikurangi jumlah angka kredit pengembangan keprofesian berkelanjutan dan unsur penunjang yang dipersyaratkan untuk setiap jenjang jabatan/pangkat dan dibagi 4 (empat).
(5) Penilaian kinerja Guru diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional.
Pasal 16
(1) Jumlah angka kredit kumulatif minimal yang harus dipenuhi oleh setiap Pegawai Negeri Sipil untuk pengangkatan dan kenaikan jabatan/pangkat Guru adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran II dengan ketentuan :
a. paling kurang 90% (sembilan puluh persen) angka kredit berasal dari unsur utama; dan
b. paling banyak 10% (sepuluh persen) angka kredit berasal dari unsur penunjang.
(2) Untuk kenaikan jabatan/pangkat setingkat lebih tinggi dari Guru Pertama, pangkat Penata Muda, golongan ruang III/a sampai dengan Guru Utama, pangkat Pembina Utama, golongan ruang IV/e wajib melakukan kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan yang meliputi sub unsur pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan/atau karya inovatif.
Pasal 17
(1) Guru Pertama, pangkat Penata Muda, golongan ruang III/a yang akan naik pangkat menjadi Guru Pertama, pangkat Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b angka kredit yang dipersyaratkan untuk kenaikan pangkat, paling sedikit 3 (tiga) angka kredit dari sub unsur pengembangan diri.
(2) Guru Pertama, pangkat Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b yang akan naik jabatan/pangkat menjadi Guru Muda, pangkat Penata,golongan ruang III/c angka kredit yang dipersyaratkan untuk kenaikan jabatan/pangkat, paling sedikit 4 (empat) angka kredit dari sub unsur publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif, dan paling sedikit 3 (tiga) angka kredit dari sub unsur pengembangan diri.
(3) Guru Muda, pangkat Penata, golongan ruang III/c yang akan naik pangkat menjadi Guru Muda, pangkat Penata Tingkat I, golongan ruang III/d angka kredit yang dipersyaratkan untuk kenaikan pangkat, paling sedikit 6 (enam) angka kredit dari sub unsur publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif, dan paling sedikit 3 (tiga) angka kredit dari sub unsur pengembangan diri.
(4) Guru Muda, pangkat Penata Tingkat I, golongan ruang III/d yang akan naik jabatan/pangkat menjadi Guru Madya, pangkat Pembina, golongan ruang IV/a angka kredit yang dipersyaratkan untuk kenaikan jabatan/pangkat, paling sedikit 8 (delapan) angka kredit dari sub unsur publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif, dan paling sedikit 4 (empat) angka kredit dari sub unsur pengembangan diri.
(5) Guru Madya, pangkat Pembina, golongan ruang IV/a yang akan naik pangkat menjadi Guru Madya, pangkat Pembina Tingkat I, golongan ruang IV/b angka kredit yang dipersyaratkan untuk kenaikan pangkat, paling sedikit 12 (dua belas) angka kredit dari sub unsur publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif, dan paling sedikit 4 (empat) angka kredit dari sub unsur pengembangan diri.
(6) Guru Madya, pangkat Pembina Tingkat I, golongan ruang IV/b yang akan naik pangkat menjadi Guru Madya, pangkat Pembina Utama Muda, golongan ruang IV/c angka kredit yang dipersyaratkan untuk kenaikan pangkat, paling sedikit 12 (dua belas) angka kredit dari sub unsur publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif, dan paling sedikit 4 (empat) angka kredit dari sub unsur pengembangan diri.
(7) Guru Madya, pangkat Pembina Utama Madya, golongan ruang IV/c yang akan naik jabatan/pangkat menjadi Guru Utama, pangkat Pembina Utama Madya, golongan ruang IV/d, angka kredit yang dipersyaratkan untuk kenaikan jabatan/pangkat, paling sedikit 14 (empat belas) angka kredit dari sub unsur publiksi ilmiah dan/atau karya inovatif, dan paling sedikit 5 (lima) angka kredit dari sub unsur pengembangan diri.
(8) Guru Utama, pangkat Pembina Utama Madya, golongan ruang IV/d yang akan naik pangkat menjadi Guru Utama, pangkat Pembina Utama, golongan ruang IV/e angka kredit yang dipersyaratkan untuk kenaikan pangkat, paling sedikit 20 (dua puluh) angka kredit dari sub unsur publikasi ilmiah dan/atau karya inovatif, dan paling sedikit 5 (lima) angka kredit dari sub unsur pengembangan diri.
(9) Guru Madya, pangkat Pembina Utama Muda, golongan ruang IV/c yang akan naik jabatan/pangkat menjadi Guru Utama, pangkat Pembina Utama Madya, golongan ruang IV/d wajib melaksanakan presentasi ilmiah.
Pasal 18
(1) Guru yang bertugas di daerah khusus, dapat diberikan tambahan angka kredit setara untuk kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi 1 (satu) kali selama masa kariernya sebagai Guru.
(2) Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling singkat telah bertugas selama 2 (dua) tahun secara terus menerus di daerah khusus.
Pasal 19
Guru yang memiliki prestasi kerja luar biasa baiknya dan dedikasi luar biasa diberi penghargaan untuk kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi.
Pasal 20
(1) Guru yang secara bersama membuat karya tulis/ilmiah di bidang pembelajaran/bimbingan dan tugas tertentu, diberikan angka kredit dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Apabila terdiri dari 2 (dua) orang penulis maka pembagian angka kreditnya adalah 60% (enam puluh persen) untuk penulis utama dan 40% (empat puluh persen) untuk penulis pembantu.
b. Apabila terdiri dari 3 (tiga) orang penulis maka pembagian angka kreditnya adalah 50% (lima puluh persen) untuk penulis utama dan masing-masing 25% (dua puluh lima persen) untuk penulis pembantu.
c. Apabila terdiri dari 4 (tiga) orang penulis maka pembagian angka kreditnya adalah 40% (empat puluh persen) untuk penulis utama dan masing-masing 20% (dua puluh persen) untuk penulis pembantu.
(2) Jumlah penulis pembantu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling banyak 3 (tiga) orang.

BAB VIII
PENILAIAN DAN PENETAPAN ANGKA KREDIT
Pasal 21
(1) Untuk kelancaran penilaian dan penetapan angka kredit, Guru wajib mencatat dan menginventarisasikan seluruh kegiatan yang dilakukan.
(2) Penilaian dan penetapan angka kredit terhadap Guru dilakukan paling kurang 1 (satu) kali dalam setahun.
(3) Penilaian dan penetapan angka kredit untuk kenaikan pangkat Guru yang akan dipertimbangkan untuk naik pangkat dilakukan paling kurang 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun, yaitu 3 (tiga) bulan sebelum periode kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 22
(1) Pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit adalah:
a. Menteri Pendidikan Nasional atau pejabat lain yang ditunjuk setingkat eselon I bagi Guru Madya pangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b sampai dengan Guru Utama pangkat Pembina Utama golongan ruang IV/e di lingkungan instansi pusat dan daerah serta Guru Pertama pangkat Penata Muda golongan ruang III/a sampai dengan Guru Utama pangkat Pembina Utama golongan ruang IV/e yang diperbantukan pada sekolah Indonesia di luar negeri;
b. Direktur Jenderal Departemen Agama yang membidangi pendidikan terkait bagi Guru Madya, pangkat Pembina golongan ruang IV/a di lingkungan Departemen Agama;
c. Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama bagi Guru Muda pangkat Penata golongan ruang III/c sampai dengan Guru Muda pangkat Penata Tingkat I golongan ruang III/d di lingkungan Kantor Wilayah Departemen Agama.
d. Kepala Kantor Departemen Agama bagi Guru Pertama pangkat Penata Muda golongan ruang III/a dan pangkat Penata Muda Tingkat I golongan ruang III/b di lingkungan Kantor Departemen Agama.
e. Gubernur atau Kepala Dinas yang membidangi pendidikan bagi Guru Pertama pangkat Penata Muda golongan ruang III/a sampai dengan Guru Madya, pangkat Pembina golongan ruang IV/a di lingkungan Provinsi;
f. Bupati/Walikota atau Kepala Dinas yang membidangi pendidikan bagi Guru Pertama, pangkat Penata Muda golongan ruang III/a sampai dengan Guru Madya, pangkat Pembina golongan ruang IV/a di lingkungan Kabupaten/Kota.
g. Pimpinan instansi pusat atau pejabat lain yang ditunjuk bagi Guru Pertama pangkat Penata Muda golongan ruang III/a sampai dengan Guru Madya pangkat Pembina golongan ruang IV/a di lingkungan instansi pusat di luar Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama.
(2) Dalam menjalankan kewenangannya, pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibantu oleh:
a. Tim Penilai Tingkat Pusat bagi Menteri Pendidikan Nasional yang selanjutnya disebut Tim Penilai Pusat.
b. Tim Penilai Direktorat Jenderal Departemen Agama yang membidangi pendidikan terkait, yang selanjutnya disebut Tim Penilai Departemen Agama.
c. Tim Penilai Kantor Wilayah Departemen Agama yang selanjutnya Tim Penilai Kantor Wilayah.
d. Tim Penilai Kantor Departemen Agama, yang selanjutnya disebut Tim Penilai Kantor Departemen.
e. Tim Penilai Tingkat Provinsi bagi Gubernur, yang selanjutnya disebut Tim Penilai Provinsi.
f. Tim Penilai Tingkat Kabupaten/Kota bagi Bupati/ Walikota yang selanjutnya disebut Tim Penilai Kabupaten/Kota.
g. Tim Penilai Instansi Pusat di luar Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama, yang selanjutnya disebut Tim Penilai Instansi.
(3) Tim Penilai Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terdiri dari unsur Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Agama, Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, dan Badan Kepegawaian Negara.
Pasal 23
(1) Tim Penilai Jabatan Fungsional Guru terdiri dari unsur teknis, dan pejabat fungsional Guru.
(2) Susunan keanggotaan Tim Penilai sebagai berikut:
a. seorang ketua merangkap anggota dari unsur teknis;
b. seorang wakil ketua merangkap anggota;
c. seorang sekretaris merangkap anggota dari unsur kepegawaian; dan
d. paling kurang 4 (empat) orang anggota.
(3) Syarat Anggota Tim Penilai adalah:
a. menduduki jabatan dan pangkat paling rendah sama dengan jabatan dan pangkat Guru yang dinilai;
b. memiliki keahlian serta mampu untuk menilai kinerja Guru; dan
c. dapat aktif melakukan penilaian.
(4) Anggota Tim Penilai Jabatan Fungsional Guru harus lulus pendidikan dan pelatihan calon tim penilai dan mendapat sertifikat dari Menteri Pendidikan Nasional.
Pasal 24
(1) Apabila Tim Penilai Kantor Departemen Agama belum dapat dibentuk, penilaian angka kredit Guru dapat dimintakan kepada Tim Penilai Kantor Departemen Agama terdekat, Tim Penilai Kantor Wilayah Departemen Agama yang bersangkutan, atau Tim Penilai Departemen Agama.
(2) Apabila Tim Penilai Kantor Wilayah Departemen Agama belum dapat dibentuk, penilaian angka kredit Guru dapat dimintakan kepada Tim Penilai Kantor Wilayah Departemen Agama terdekat, Tim Penilai Departemen Agama.
(3) Apabila Tim Penilai Kabupaten/Kota belum dapat dibentuk, penilaian angka kredit Guru dapat dimintakan kepada Tim Penilai Kabupaten/Kota lain terdekat atau Tim Penilai Provinsi yang bersangkutan atau Tim Penilai Unit Kerja.
(4) Apabila Tim Penilai Provinsi belum dapat dibentuk, penilaian angka kredit Guru dapat dimintakan kepada Tim Penilai Provinsi lain terdekat atau Tim Penilai Unit Kerja.
(5) Apabila Tim Penilai Departemen Agama belum dapat dibentuk, penilaian angka kredit Guru dapat dimintakan kepada Tim Penilai Unit Kerja.
(6) Pembentukan dan susunan Anggota Tim Penilai ditetapkan oleh:
a. Menteri Pendidikan Nasional untuk Tim Penilai Pusat;
b. Direktur Jenderal yang membidangi pendidikan terkait pada Departemen Agama untuk Tim Penilai Departemen Agama;
c. Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama untuk Tim Penilai Kantor Wilayah Departemen Agama;
d. Kepala Kantor Departemen Agama untuk Tim Penilai Kantor Departemen Agama;
e. Gubernur untuk Tim Penilai Provinsi;
f. Bupati/Walikota untuk Tim Penilai Kabupaten/Kota; dan
g. Pimpinan Unit Kerja yang membidangi pendidikan setingkat eselon I di luar Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama untuk Tim Penilai Instansi.
Pasal 25
(1) Masa jabatan Anggota Tim Penilai adalah 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk masa jabatan berikutnya.
(2) Pegawai Negeri Sipil yang telah menjadi Anggota Tim Penilai dalam 2 (dua) masa jabatan berturut-turut, dapat diangkat kembali setelah melampaui tenggang waktu 1 (satu) masa jabatan.
(3) Dalam hal terdapat Anggota Tim Penilai yang ikut dinilai, maka Ketua Tim Penilai dapat mengangkat Anggota Tim Penilai Pengganti.

Pasal 26
Tata kerja dan tata cara penilaian Tim Penilai Jabatan Fungsional Guru ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional selaku Pimpinan Instasi Pembina Jabatan Fungsional Guru.
Pasal 27
Usul penetapan angka kredit Guru diajukan oleh:
a. Pimpinan unit kerja instansi Provinsi yang membidangi kepegawaian (paling rendah eselon II), pimpinan unit kerja instansi Kabupaten/Kota yang membidangi kepegawaian (paling rendah eselon II), pimpinan unit kerja instansi pusat yang membidangi kepegawaian (paling rendah eselon II), Direktur Jenderal yang membidangi pendidikan terkait Departemen Agama kepada Menteri Pendidikan Nasional untuk angka kredit Guru Madya, pangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b sampai dengan Guru Utama, pangkat Pembina Utama golongan ruang IV/e di lingkungan instansi pusat dan daerah;
b. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri atau pejabat yang membidangi pendidikan kepada Menteri Pendidikan Nasional untuk angka kredit Guru Pertama, pangkat Penata Muda, golongan ruang III/a sampai dengan Guru Utama, pangkat Pembina Utama golongan ruang IV/e yang diperbantukan pada sekolah Indonesia di luar negeri;
c. Pejabat eselon III yang membidangi kepegawaian di lingkungan Kantor Wilayah Departemen Agama kepada Direktur Jenderal yang membidangi pendidikan terkait Departemen Agama untuk angka kredit Guru Madya, pangkat Pembina golongan ruang IV/a di lingkungan Departemen Agama.
d. Pejabat eselon III yang membidangi kepegawaian di lingkungan Kantor Wilayah Departemen Agama kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama untuk angka kredit Guru Muda pangkat Penata golongan ruang III/c sampai dengan pangkat Penata Tingkat I golongan ruang III/d di lingkungan Kantor Wilayah Departemen Agama.
e. Pejabat eselon IV yang membidangi kepegawaian di lingkungan Kantor Departemen Agama kepada Kepala Kantor Departemen Agama untuk angka kredit Guru Pertama, pangkat Penata Muda, golongan ruang III/a dan pangkat Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b di lingkungan Kantor Departemen Agama.
f. Pimpinan instansi Provinsi yang membidangi kepegawaian (paling rendah eselon III) kepada Gubernur untuk angka kredit Guru Pertama pangkat Penata Muda golongan ruang III/a sampai dengan Guru Madya pangkat Pembina, golongan ruang IV/a di lingkungan Provinsi.
g. Pimpinan instansi Kabupaten/Kota yang membidangi kepegawaian (paling rendah eselon III) kepada Bupati/Walikota untuk angka kredit Guru Pertama, pangkat Penata Muda, golongan ruang III/a sampai dengan Guru Madya, pangkat Pembina, golongan ruang IV/a di lingkungan Kabupaten/Kota.
h. Pimpinan instansi pusat di luar Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama yang membidangi kepegawaian (paling rendah eselon III) kepada Menteri yang bersangkutan untuk angka kredit Guru Pertama, pangkat Penata Muda golongan ruang III/a sampai dengan Guru Madya, pangkat Pembina, golongan ruang IV/a di lingkungan instansi pusat.
Pasal 28
(1) Angka kredit yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit, digunakan untuk mempertimbangkan kenaikan jabatan/pangkat Guru sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Keputusan pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit, tidak dapat diajukan keberatan oleh Guru yang bersangkutan.
BAB IX
PENGANGKATAN DALAM JABATAN FUNGSIONAL GURU
Pasal 29
Pejabat yang berwenang mengangkat Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Fungsional Guru, adalah pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 30
(1) Pegawai Negeri Sipil yang diangkat untuk pertama kali dalam Jabatan Fungsional Guru harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. berijazah paling rendah Sarjana (S1) atau Diploma IV, dan bersertifikat pendidik;
b. pangkat paling rendah Penata Muda golongan ruang III/a;
c. setiap unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) paling rendah bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir; dan
d. memiliki kinerja yang baik yang dinilai dalam masa program induksi.
(2) Pengangkatan Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pengangkatan yang dilakukan untuk mengisi lowongan formasi Jabatan Fungsional Guru melalui pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil;
(3) Program induksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diatur lebih lanjut oleh Menteri Pendidikan Nasional.
Pasal 31
Di samping persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Fungsional Guru dilaksanakan sesuai dengan formasi Jabatan Fungsional Guru, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Pusat dalam Jabatan Fungsional Guru dilaksanakan sesuai dengan formasi Jabatan Fungsional Guru yang ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara setelah mendapat pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian Negara;
b. Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Daerah dalam Jabatan Fungsional Guru dilaksanakan sesuai dengan formasi Jabatan Fungsional Guru yang ditetapkan oleh Kepala Daerah masing-masing setelah mendapat persetujuan tertulis Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara dan setelah mendapat pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian Negara.
Pasal 32
(1) Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dari jabatan lain ke dalam Jabatan Fungsional Guru dapat dipertimbangkan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan Pasal 31;
b. memiliki pengalaman sebagai Guru paling singkat 2 (dua) tahun;
c. usia paling tinggi 50 (lima puluh) tahun; dan
d. setiap unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP-3) paling rendah bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir.
(2) Pangkat yang ditetapkan bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah sama dengan pangkat yang dimiliki, dan jenjang Jabatan Fungsional Guru ditetapkan sesuai dengan jumlah angka kredit yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit.
(3) Jumlah angka kredit sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dari unsur utama dan unsur penunjang.

BAB X
PEMBEBASAN SEMENTARA, PENGANGKATAN KEMBALI,
DAN PEMBERHENTIAN DARI JABATAN FUNGSIONAL GURU
Pasal 33
Pejabat yang berwenang membebaskan sementara, mengangkat kembali, dan memberhentikan Pegawai Negeri Sipil dalam dan dari Jabatan Fungsional Guru, adalah pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 34
Guru dibebaskan sementara dari jabatannya apabila:
a. dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau berat berupa jenis hukuman disiplin penurunan pangkat;
b. diberhentikan sementara sebagai Pegawai Negeri Sipil;
c. ditugaskan secara penuh di luar Jabatan Fungsional Guru;
d. menjalani cuti di luar tanggungan negara; dan
e. melaksanakan tugas belajar selama 6 bulan atau lebih.
Pasal 35
(1) Guru yang telah selesai menjalani pembebasan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf a, huruf d, dan huruf e, dapat diangkat kembali dalam Jabatan Fungsional Guru.
(2) Guru yang dibebaskan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf b, diangkat kembali dalam Jabatan Fungsional Guru apabila berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dinyatakan tidak bersalah atau dijatuhi hukuman pidana percobaan.
(3) Guru yang dibebaskan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf c, dapat diangkat kembali dalam Jabatan Fungsional Guru apabila berusia paling tinggi 51 (lima puluh satu) tahun.
(4) Pengangkatan kembali dalam Jabatan Fungsional Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menggunakan angka kredit terakhir yang dimiliki dan dapat ditambah angka kredit dari publikasi ilmiah dan karya inovatif yang diperoleh selama pembebasan sementara.
Pasal 36
Guru diberhentikan dari jabatannya apabila dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap, kecuali hukuman disiplin berat berupa penurunan pangkat.

BAB XI
S A N K S I
Pasal 37
(1) Guru yang tidak dapat memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan tidak mendapat pengecualian dari Menteri Pendidikan Nasional dihilangkan haknya untuk mendapat tunjangan profesi, tunjangan fungsional, dan maslahat tambahan.
(2) Guru yang terbukti memperoleh penetapan angka kredit (PAK) dengan cara melawan hukum diberhentikan sebagai Guru dan wajib mengembalikan seluruh tunjangan profesi, tunjangan fungsional, maslahat tambahan dan penghargaan sebagai Guru yang pernah diterima setelah yang bersangkutan memperoleh dan mempergunakan penetapan angka kredit (PAK) tersebut.
(3) Pengaturan sanksi lebih lanjut diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional.
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 38
(1) Dengan berlakunya Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi ini, jenjang jabatan fungsional setiap Guru disesuaikan dengan jenjang jabatan fungsional Guru sebagaimana dimaksud Pasal 12 Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi ini.
(2) Penyesuaian jenjang jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh pejabat yang berwenang.
(3) Prestasi kerja yang telah dilakukan Guru sampai dengan ditetapkannya petunjuk pelaksanaan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi ini, dinilai berdasarkan Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 84/1993.
Pasal 39
(1) Pada saat Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi ini ditetapkan, Guru yang masih memiliki pangkat Pengatur Muda, golongan ruang II/a sampai pangkat Pengatur Tingkat I, golongan ruang II/d melaksanakan tugas sebagai Guru Pertama dan penilaian prestasi kerjanya sebagaimana tersebut dalam Lampiran V Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi ini.
(2) Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), apabila melaksanakan kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan dan kegiatan penunjang tugas Guru, diberikan angka kredit sebagaimana tersebut dalam Lampiran V Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi ini.
(3) Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), apabila :
a. memperoleh ijazah Sarjana (S1)/Diploma IV yang sesuai dengan bidang tugas yang diampu, disesuaikan dengan jenjang jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi ini; dan
b. naik pangkat menjadi pangkat Penata Muda, golongan ruang III/a, disesuaikan dengan jenjang jabatan/pangkat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi ini.
(4) Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jumlah angka kredit kumulatif minimal yang harus dipenuhi untuk kenaikan jabatan/pangkat Guru untuk:
a. Guru yang berijazah SLTA/Diploma I adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran VI Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi ini;
b. Guru yang berijazah Diploma II adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran VII Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi ini; dan
c. Guru yang berijazah Diploma III adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran VIII Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi ini.


Pasal 40
(1) Pada saat Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi ini ditetapkan Guru yang memiliki pangkat paling rendah Penata Muda, golongan ruang III/a dan belum memiliki ijazah Sarjana (S1)/Diploma IV yang sesuai dengan bidang tugas yang diampu, disesuaikan dengan jenjang jabatan/pangkat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi ini.
(2) Guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (3) huruf b dan Pasal 40 ayat (1) apabila tidak memperoleh ijazah Sarjana (S1)/Diploma IV yang sesuai dengan bidang tugas yang diampu, kenaikan pangkat setinggi-tingginya adalah Penata Tingkat I, golongan ruang III/d, atau pangkat terakhir yang dimiliki.
Pasal 41
(1) Guru yang berpangkat Pengatur Muda golongan ruang II/a sampai dengan Pengatur Tingkat I golongan ruang II/d pada saat Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi ini berlaku, sampai dengan akhir tahun 2015 belum memiliki ijazah Sarjana (S1)/Diploma IV melaksanakan tugas utama Guru sebagai Guru Pertama dengan sistem kenaikan pangkat menggunakan angka kredit sebagaimana tercantum pada lampiran V Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi ini.
(2) Guru yang berpangkat Pengatur Muda golongan ruang II/a sampai dengan Pengatur Tingkat I golongan ruang II/d pada saat Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi ini berlaku, sampai dengan akhir tahun 2015 belum memiliki ijazah Sarjana (S1)/Diploma IV, dan belum mencapai pangkat Penata Muda golongan ruang III/a, tetap melaksanakan tugas utama Guru sebagai Guru Pertama.
(3) Guru yang belum memiliki ijazah Sarjana (S1)/Diploma IV sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), apabila memperoleh ijazah Sarjana (S1)/Diploma IV yang sesuai dengan bidang tugas yang diampu, diberikan angka kredit sebesar 65% (enam puluh lima persen) angka kredit kumulatif diklat, tugas utama, dan kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan ditambah angka kredit ijazah Sarjana (S1)/Diploma IV yang sesuai dengan bidang tugas yang diampu dengan tidak memperhitungkan angka kredit dari kegiatan penunjang.
(4) Guru yang belum memiliki ijazah Sarjana (S1)/Diploma IV yang sudah memiliki pangkat Penata Muda Tingkat I golongan ruang III/b ke atas, apabila memperoleh ijazah Sarjana (S1)/Diploma IV yang sesuai dengan bidang tugas yang diampu diberikan angka kredit sebesar 100% dari tugas utama dan pengembangan keprofesian berkelanjutan ditambah angka kredit ijazah Sarjana (S1)/Diploma IV yang sesuai dengan bidang tugas yang diampu, dengan memperhitungkan angka kredit unsur penunjang sesuai pada lampiran VIII Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi ini.
(5) Guru yang memperoleh ijazah Sarjana (S1)/Diploma IV yang tidak sesuai dengan bidang tugas yang diampu, diberikan angka kredit sesuai pada lampiran I Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi ini.
Pasal 42
Pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit Guru golongan II adalah sebagai berikut:
a. Kepala Kantor Departemen Agama bagi Guru mata pelajaran Pendidikan Agama dan Guru pada madrasah.
b. pimpinan unit kerja yang membidangi pendidikan setingkat eselon II bagi Guru di luar Departemen Pendidikan Nasional dan Depertemen Agama.
c. Kepala Dinas yang membidangi pendidikan bagi Guru di lingkungan provinsi.
d. Kepala Dinas yang membidangi pendidikan bagi Guru di lingkungan kabupaten/kota.
Pasal 43
Dalam menjalankan kewenangannya, pejabat berwenang sebagaimana dimaksud pada Pasal 42 dibantu oleh Tim Penilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) huruf d, e, f, dan g.
Pasal 44
Usul penetapan angka kredit Guru golongan II diajukan oleh:
a. Kepala Sekolah yang bersangkutan kepada Kepala Kantor Departemen Agama bagi Guru mata pelajaran Pendidikan Agama dan Guru pada madrasah.
b. Kepala Sekolah yang bersangkutan kepada pimpinan unit kerja yang membidangi pendidikan setingkat eselon II bagi Guru di instansi di luar Departemen Pendidikan Nasional dan Depertemen Agama.
c. Kepala Sekolah yang bersangkutan kepada Kepala Dinas yang membidangi pendidikan di kabupaten/kota bagi Guru di lingkungan kabupaten/kota.
d. Kepala Sekolah yang bersangkutan kepada Kepala Dinas yang membidangi pendidikan di provinsi bagi Guru di lingkungan provinsi.

BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 45
Ketentuan pelaksanaan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi ini diatur lebih lanjut oleh Menteri Pendidikan Nasional dan Kepala Badan Kepegawaian Negara.
Pasal 46
Dengan berlakunya Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi ini, Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 84/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 47
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10 November 2009


MENTERI NEGARA
PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI,


E. E. MANGINDAAN